Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Produksi CPO Diprediksi Flat, Bagaimana Rekomendasi Sahamnya?

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 25 November 2024 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Redaksi
Produksi CPO Diprediksi Flat, Bagaimana Rekomendasi Sahamnya?

KABARBURSA.COM - Produksi minyak kelapa sawit mentah (CPO) diproyeksikan stagnan pada tahun 2025. Hal ini seiring dengan pengaruh cuaca La Nina yang berlanjut hingga awal tahun.

Namun, permintaan domestik yang kuat, terutama untuk biodiesel, menjadi faktor utama yang mendukung harga CPO di tengah melemahnya volume ekspor. Data hingga Juli 2024 menunjukkan produksi CPO turun sebesar 4,8 persen secara tahunan menjadi 31,5 juta ton, sementara output minyak inti sawit (PKO) juga merosot 5,2 persen menjadi 3 juta ton.

Sebaliknya, konsumsi domestik minyak sawit tetap solid, meningkat 2,4 persen menjadi 15,6 juta ton. Peningkatan didorong oleh kenaikan penggunaan biodiesel sebesar 10,6 persen.

Kondisi ini membuat ekspor CPO menurun hingga 10,1 persen dan menekan level stok akhir ke titik terendah tahun ini, yakni 2,5 juta ton. Di sisi lain, harga CPO telah melonjak 35{3004e6a2a23c8250adb56aedfee72f5f48434ae90303b3f2342c4d8b034836ab} sejak awal tahun, memberikan dorongan signifikan pada harga jual rata-rata (ASP) perusahaan perkebunan, yang naik 10 persen secara tahunan pada kuartal ketiga 2024.

Keuntungan ini diperkuat oleh penurunan harga bahan baku, khususnya pupuk, sehingga laba bersih sektor perkebunan meningkat hingga 46,5 persen secara tahunan, dengan margin laba bersih naik dari 7,8 persen menjadi 10,7 persen.

Dalam hal ini, pemerintah turut mengambil langkah strategis untuk menjaga pasokan dan mendukung eksportir.

Pada awal 2025, kebijakan biodiesel B40 akan mulai diterapkan. Kebijakan itu diperkirakan mampu meningkatkan kebutuhan CPO sebesar 1,6 hingga 2,4 juta kiloliter.

Selain itu, aturan baru dari Kementerian Perdagangan yang memperluas kewajiban pasar domestik (DMO) kini mencakup produk seperti Palm Oil Mill Effluent (POME) untuk mendukung kebutuhan B40 dan program MinyaKita.

Regulasi bea ekspor juga diubah melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 62/2024, yang menyederhanakan tarif pungutan. Dengan tarif baru sebesar 7,5 perseb berdasarkan harga acuan, beban pungutan ekspor kini lebih rendah dibandingkan aturan sebelumnya.

Sebagai ilustrasi, harga acuan CPO pada November 2024 sebesar USD961,97/ton menghasilkan biaya pungutan USD72,1/ton. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan USD100/ton sebelumnya.

Di sisi iklim, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memproyeksikan akan terjadi La Nina ringan yang berlangsung hingga Maret 2025. La Nina ini akan menghasilkan curah hujan di atas rata-rata, di sekitar 67 persen wilayah Indonesia, termasuk area perkebunan kelapa sawit.

Kondisi serupa juga diperkirakan terjadi di Sabah, Malaysia, salah satu daerah produksi utama. Ini mengindikasikan potensi penguatan harga CPO, yang diproyeksikan berada di kisaran MYR4.700-5.700 per ton pada 2025, dengan rata-rata tahunan MYR5.000 per ton.

Sementara itu, meskipun ekspor ke India diprediksi melemah akibat peningkatan produksi domestik, pasar Tiongkok dan Amerika Serikat menunjukkan tren pertumbuhan yang menjanjikan. Volume ekspor ke kedua negara ini mencatat pertumbuhan rata-rata tahunan masing-masing sebesar 5,2 persen dan 12,1 persen sejak 2018.

Rekomendasi Saham di Sektor Perkebunan

Dengan optimisme ini, sektor perkebunan mendapatkan rekomendasi "Overweight" untuk tahun 2025. Perusahaan seperti PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) dan PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA) menjadi pilihan utama.

DSNG diproyeksikan mencatat pertumbuhan laba bersih hingga 71,3 persen, sementara STAA berencana menggandakan kapasitas penghancuran kernel sawit dan memperluas bisnis ke pengolahan midstream melalui pembangunan kilang baru.

Sementara Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PP London Sumatera Indonesia Tbk atau LSIP, mendapat rekomendasi HOLD dengan TP masing-masing di Rp7.100 per share dan Rp1.150 per share.

Namun, keempat emiten tersebut pada pergerakan saham hari ini, 25 November 2024, dalam posisi naik.

PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG):

Saham PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) mengalami kenaikan harian sebesar 1,83 persen pada perdagangan terakhir, ditutup di harga Rp1.110 per saham. Pergerakan positif ini didorong oleh sentimen yang kuat dari sektor perkebunan, seiring kenaikan harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan prospek cerah permintaan domestik untuk biodiesel B40.

DSNG memulai perdagangan di level Rp1.090, sesuai dengan harga penutupan sebelumnya. Setelah sempat menyentuh level terendah di Rp1.075, saham ini berbalik arah dan mencapai harga tertinggi harian di Rp1.110, sebelum akhirnya ditutup di level tersebut.

Aktivitas perdagangan menunjukkan total volume transaksi sebesar 73.000 lot dengan nilai mencapai Rp8 miliar. Harga rata-rata perdagangan tercatat di Rp1.097 per saham.

Kenaikan ini juga menunjukkan bahwa saham DSNG memiliki ruang gerak yang cukup luas dengan level Auto Reject Atas (ARA) di Rp1.360 dan Auto Reject Bawah (ARB) di Rp820.

Pergerakan yang positif ini mencerminkan optimisme investor terhadap performa fundamental perusahaan, terutama dengan proyeksi peningkatan permintaan minyak sawit untuk mendukung program B40 pemerintah di awal 2025.

PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA):

Saham PT Sumber Tani Agung Resources Tbk (STAA) mencatatkan penguatan tipis sebesar +0,60 persen pada perdagangan hari ini, ditutup di level Rp840 per saham. Penguatan ini setara dengan kenaikan harga sebesar Rp5 dibandingkan posisi penutupan sebelumnya di Rp835.

Pergerakan saham STAA hari ini menunjukkan pola yang menarik untuk diamati, khususnya bagi investor yang memantau sektor perkebunan.

STAA dibuka di level Rp835, melanjutkan momentum stabilitas dari perdagangan sebelumnya. Harga tertinggi yang tercatat pada sesi hari ini adalah Rp840, sementara harga terendahnya menyentuh Rp825.

Dengan rata-rata perdagangan (average price) di level Rp833, saham ini menunjukkan pola pergerakan yang konsisten sepanjang hari. Volume transaksi tercatat sebanyak 67 ribu lot dengan nilai total mencapai Rp5,6 miliar.

Astra Agro Lestari Tbk (AALI):

Saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) mengalami pergerakan positif dalam perdagangan terakhir dengan kenaikan tipis sebesar 0,40 persen atau 25 poin, sehingga ditutup di level Rp6.225. Saham ini dibuka pada harga Rp6.175, sedikit di bawah harga penutupan sebelumnya yang berada di level Rp6.200.

Sepanjang sesi, AALI bergerak dalam rentang harga Rp6.175 hingga Rp6.225, mencerminkan volatilitas yang cukup rendah untuk saham sektor perkebunan ini.

Volume perdagangan tercatat sebanyak 3 ribu lot dengan total nilai transaksi mencapai Rp1,9 miliar. Rata-rata harga perdagangan harian (average price) tercatat pada Rp6.204, menunjukkan kestabilan dalam pergerakan harga saham ini.

Posisi tertinggi yang tercapai, yaitu Rp6.225, menjadi batas atas yang mengindikasikan adanya resistensi ringan dari pasar, meskipun tidak signifikan.

PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP)

Saham PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) menguat pada perdagangan hari ini, mencatat kenaikan sebesar 1,01{3004e6a2a23c8250adb56aedfee72f5f48434ae90303b3f2342c4d8b034836ab} atau naik 10 poin ke level Rp1.005 per saham. Pergerakan ini menunjukkan adanya optimisme pelaku pasar terhadap emiten yang bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit, di tengah tren kenaikan harga minyak kelapa sawit (CPO) global.

LSIP dibuka pada level Rp1.000, sedikit lebih tinggi dari harga penutupan sebelumnya di Rp995. Sepanjang sesi perdagangan, saham ini sempat menyentuh level tertinggi Rp1.020, menunjukkan adanya dorongan beli yang kuat. Namun, aksi ambil untung juga terlihat ketika harga sempat turun ke level terendah Rp990 sebelum akhirnya ditutup di Rp1.005.

Dengan total volume transaksi mencapai 89 ribu lot, nilai perdagangan saham LSIP tercatat sebesar Rp8,9 miliar, menggambarkan minat investor yang cukup signifikan terhadap saham ini.

jadi, dapat disimpulkan bahwa meskipun ada risiko dari penurunan harga CPO atau kebijakan pemerintah yang tidak menguntungkan, sektor ini tetap menunjukkan potensi yang kuat untuk terus memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian Indonesia di tahun mendatang.(*)