KABARBURSA.COM - Pemerintah memastikan tidak ada kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada tahun 2025.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Askolani, menjelaskan bahwa meski cukai tidak mengalami kenaikan, harga jual eceran (HJE) rokok akan tetap naik.
Menurut Askolani, keputusan ini sesuai dengan pembahasan dalam Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2025 yang dilakukan bersama DPR.
“Tidak ada kenaikan CHT pada 2025, hanya ada kenaikan HJE,” ujar Askolani dalam keterangan persnya pada Minggu, 24 November 2024.
HJE sendiri adalah harga yang ditetapkan pedagang untuk konsumen akhir, yang sudah mencakup cukai dan harus tercantum pada pita cukai. Tarif HJE ini bervariasi tergantung pada jenis atau golongan rokok.
Askolani juga menambahkan bahwa pemerintah masih melakukan perhitungan terkait tarif HJE bersama dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.
Sebelumnya, pemerintah mengeluarkan aturan zona rokok melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Aturan ini mendapat reaksi keras dari kalangan pedagang.
Mereka khawatir kebijakan ini akan mengurangi pendapatan, terutama dengan adanya pembatasan jarak penjualan produk tembakau yang tidak boleh berdekatan dengan sekolah atau area bermain anak. Kelompok pemilik warung kecil dan toko kelontong sepakat menolak aturan tersebut karena dianggap merugikan.
Ketua Umum Asosiasi Pasar Rakyat Seluruh Indonesia (Aparsi) Suhendro mengatakan penetapan jarak dan radius tersebut tidak memiliki dasar yang jelas. Ia pun menyatakan pihaknya menolak tegas kebijakan ini.
“Karena itu pasti membuat pendapatan pendagang menurun,” kata Suhendro dalam keterangannya, Jumat, 13 September 2024.
Suhendro juga menekankan dalam kondisi ekonomi yang melemah, pemerintah perlu meninjau kembali aturan ini. Menurutnya, sejak awal penyusunan Undang-Undang Kesehatan dan peraturan turunannya selalu memunculkan perdebatan karena tidak melibatkan pemangku kepentingan.
“Jika terus dipaksakan, peraturan ini akan menjadi beban bagi pemerintahan baru dan bertentangan dengan visi presiden serta wakil presiden terpilih,” katanya.
Sebelumnya, Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) memandang penerapan PP Kesehatan ini dapat menyebabkan kerugian ekonomi hingga Rp200 triliun per tahun. Ketua Umum Gaprindo, Benny Wahyudi, mengatakan beberapa aturan dalam PP Kesehatan merugikan pelaku usaha di industri rokok, terutama pelarangan penjualan rokok di radius 200 meter dari tempat pendidikan atau area bermain anak.
“Kasarnya Rp150 triliun hingga Rp200 triliun kerugian pertahun apabila PP itu diberlakukan, karena itu menyangkut periklanan terdampak, media streaming, ritel juga barang tentu,” klaim Benny dalam diskusi di Kompleks Parlemen Senayan.
Aturan pengendalian zat adiktif tembakau yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 mendapat perhatian luas. Salah satu fokusnya adalah larangan penjualan rokok secara eceran, pembatasan iklan, serta peringatan kesehatan yang harus tercantum pada kemasan rokok.
Kepala Biro Hukum Kementerian Kesehatan, Indah Febrianti, mengatakan larangan penjualan eceran ini bertujuan menekan konsumsi rokok yang dikenal berbahaya bagi kesehatan. “Penjualan rokok secara eceran memang diatur untuk menekan konsumsi dan dampak buruknya terhadap kesehatan masyarakat,” kata Indah, Kamis, 1 Agustus 2024, dilansir dari laman kemkes.go.id.
Ia menegaskan, rokok memiliki risiko besar terhadap kesehatan paru-paru, mulai dari bronkitis kronis, emfisema, hingga Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Oleh karena itu, pengendalian distribusi produk tembakau, termasuk larangan penjualan eceran, menjadi bagian dari kebijakan yang tertuang dalam Bab II PP tersebut.
Salah satu pasal yang krusial dalam regulasi ini adalah Pasal 434 yang mengatur larangan menjual produk tembakau dalam radius 200 meter dari sekolah, menggunakan mesin layan diri, serta larangan menjualnya kepada anak-anak dan perempuan hamil. Larangan lain mencakup penjualan melalui aplikasi atau situs web, kecuali jika ada verifikasi usia.
Indah menambahkan, aturan ini juga dimaksudkan untuk mengurangi jumlah perokok pemula, terutama di kalangan anak-anak dan remaja. Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia 2023, terdapat sekitar 70 juta perokok di Indonesia, dengan 7,4 persen di antaranya berusia 10-18 tahun. Angka tersebut cukup mengkhawatirkan mengingat tren kenaikan prevalensi perokok di kalangan anak sekolah.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, dr. Siti Nadia Tarmizi, menambahkan bahwa aturan ini diharapkan bisa menekan peningkatan prevalensi perokok remaja. “Dengan regulasi ini, kami berharap bisa mengurangi jumlah perokok pemula yang terus meningkat dari tahun ke tahun,” kata Nadia.
PP ini bertujuan menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat dampak rokok, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya merokok dan pentingnya hidup tanpa asap tembakau.
Aturan lainnya dalam pengendalian tembakau yang mendapat perhatian publik adalah kewajiban mencantumkan gambar dan tulisan peringatan kesehatan. Hal ini diatur dalam Pasal 438 ayat (4), yang mengharuskan gambar peringatan kesehatan menempati 50 persen bagian atas kemasan, baik di sisi depan maupun belakang. Gambar tersebut harus mencolok, diawali dengan kata “Peringatan” berwarna kuning di atas latar hitam, serta tidak boleh tertutup oleh elemen lain. Peringatan ini harus jelas dan dicetak berwarna.
Selain itu, pembatasan iklan produk tembakau dan rokok elektronik juga diatur secara ketat. Pemasangan iklan dilarang di area yang termasuk kawasan tanpa rokok, seperti fasilitas kesehatan, tempat belajar, tempat ibadah, area bermain anak, dan angkutan umum. Iklan juga tidak boleh dipasang di jalan utama atau protokol, serta dalam radius 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak. Khusus untuk iklan videotron, hanya diizinkan tayang antara pukul 22.00 hingga 05.00 waktu setempat.
Pasal 451 ayat (1) menegaskan, iklan produk tembakau di televisi harus menampilkan peringatan kesehatan secara full screen selama minimal 10 persen dari total durasi iklan, dan tidak boleh kurang dari 2 detik. Untuk media cetak, peringatan harus menempati setidaknya 15 persen dari total luas iklan. Aturan serupa juga berlaku untuk iklan di televisi dan radio, yang hanya diizinkan tayang pada pukul 22.00 hingga 05.00.
Semua iklan diwajibkan mencantumkan peringatan “Dilarang menjual dan memberi kepada orang di bawah 21 tahun dan perempuan hamil”, serta tidak boleh menyasar anak-anak, remaja, atau wanita hamil. Penggunaan kartun atau animasi sebagai tokoh dalam iklan juga dilarang. (*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.