Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Liza Camelia: Kenali Perbedaan Investasi dan Menabung

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 21 November 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Liza Camelia: Kenali Perbedaan Investasi dan Menabung

KABARBURSA.COM - Ketika seseorang memutuskan untuk berinvestasi, hal pertama yang wajib dipahami adalah membedakan antara investasi dengan menabung.

Hal ini disampaikan Head of Research NH Korindo Sekuritas Liza Camelia Suryanata, saat menjadi pembicara dalam Capital Market Forum Kabar Bursa yang digelar di Auditorium Perpustakaan Nasional, Kamis, 21 November 2024.

Menurut Liza, perbedaan investasi dengan menabung terletak pada tujuan akhirnya. Menurut dia, sebagian besar investasi bertujuan untuk meraih profit atau keuntungan di kemudian hari. Sementara menabung berguna untuk menyimpan uang yang akan digunakan dalam kondisi tertentu, yang disebut dengan saving maupun likuidasi.

Liza pun membantah anggapan yang kerap kali memunculkan bias pengertian antara investasi dan menabung, yakni ‘Menabung Pangkal Kaya’. Menurut dia, anggapan tersebut tidak lagi berlaku dalam tatanan keuangan dewasa ini.

“Jaman dulu, orang tua kita bilang "Menabung Pangkal Kaya". Itu nggak, karena bunganya sekarang, bunga tabungan itu sudah low sekali,” ungkap Liza dalam acara seminar bertajuk Bebas Finansial Berkat Saham di Usia Muda, Mungkin Gak Sih? di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Kamis, 21 November 2024.

Liza menilai, seseorang bisa mendapatkan profit pada kegiatan investasi. Namun, ia mengingatkan kepada calon investor untuk tidak mudah tergiur dengan janji manis para analis. Sebab, seringkali ada iming-iming investasi bodong yang menjanjikan keuntungan hingga puluhan persen dari modal awal.

Itu adalah suatu kesalahan, apalagi yang jumlahnya berpuluh-puluh dalam waktu sebentar. Don't ever tergiur masuk ke investasi tersebut. Tanya dulu, bisnis apa yang bisa menghasilkan 100 persen dalam 3 bulan,” saran dia.

Liza menekankan agar berkaca pada kasus investasi bodong yang terjadi beberapa tahun belakangan. Ia menyebut, investasi bodong itu juga sempat terjadi pada lembaga pemerintah sebagaimana yang terjadi pada PT Asabri dan PT Jiwasraya.

“Kejadian tahun 2019 itu ada investasi yang dijanjikan fix return dan itu akhirnya jadi kacau semua. Terkait juga dengan institusi pemerintah yaitu Asabri dan Jiwasraya,” ungkapnya. 

Sementara menabung, termasuk dalam kegiatan yang cenderung tidak berisiko. Sebab, menabung sama halnya menitipkan uang kepada lembaga keuangan tertentu atau perbankan. Dalam hal ini, uang yang dititipkan kepada perbankan disebut dengan dana pihak ketiga (DPK).

Di samping itu, Liza juga menilai para investor perlu memahami perbedaan platform investasi dan menabung. Untuk investasi sendiri, tuturnya, pasar yang menyajikan kegiatan tersebut adalah BEI. Sementara, menabung dilakukan pada lembaga keuangan atau perbankan.

“Kita investasi, kita beli saham, kita jual saham, ada pasarnya, namanya adalah BEI dan kalau menabung itu kita istilahnya, kita menabung di BCA uang kita di sana, bukan tidak diakui oleh BCA sebagai miliknya melainkan kalau di neracanya BCA itu ditulis sebagai dana pihak ketiga yang mana adalah dia pinjam dari kita,” ungkapnya.

Investor Indonesia Rendah

Sementara itu, Liza sempat mengungkap bahwa investor di Indonesia masih tergolong kecil. Berdasarkan sajian data yang ia paparkan, jumlah investor di Indonesia hanya sebanyak 10.31 juta pada tahun 2022. Jika dibandingkan dengan negara lain, tutur Liza, investor di Australia jauh lebih besar jumlahnya.

Ia menyebut, 45,6 persen penduduk Australia merupakan investor atau sekitar 9 juta pada tahun 2022. Di sisi lain, Liza menyebut 55 persen diantaranya merupakan investor berusia produktif.

Sementara di Korea Selatan, Liza mengungkap ada sebanyak 14.24 juta investor di tahun 2022. Ia menyebut angka tersebut sama dengan 27 persen dari keseluruhan penduduk Korea Selatan.

“Indonesia, di tahun 2022, jumlah kita someone mirip, 10.3 juta investor di tahun 2022. Tapi dibandingkan dengan populasi produktif, itu cuma 6,6 persen saja. Apalagi dibandingkan dengan jumlah total populasi. Justru lebih sedikit lagi. Karena 59 persen dari investor itu didominasi usia 20 sampai 30 tahun,” ungkap Liza.

Dua tahun setelahnya, kata Liza, peningkatan investor di Indonesia juga masih tergolong rendah, di mana investor pasar modal Indonesia tahun 2024 hanya bertambah 3 juta. Di samping itu, ia juga menyebut pertambahan jumlah investasi juga terpantau stagnan secara persentase.

“6,6 persen dari jumlah penduduk usia produktif 16 sampai 64 tahun. Dan dari total populasi Indonesia, cuma kurang dari 5 persen, persisnya cuma 4,6 persen,” paparnya.

Liza menilai, hal itu terjadi lantaran masyarakat Indonesia masih memandang kegiatan investasi berdasarkan dogma cenderung konservatif. Ia mengungkap, tak jarang masyarakat menganggap kegiatan investasi di pasar modal mengandung unsur judi hingga dianggap haram.

“Ada pemikiran bahwa stock market itu adalah judi padahal kita punya beberapa tools analisis yang bisa digunakan untuk bertransaksi di pasar modal,” tutupnya.(*)