KABARBURSA.COM - Analis Kebijakan Ekonomi Apindo Ajib Hamdani menyoroti usulan DPR RI perihal Rancangan Undang-undang (RUU) Pengampunan Pajak atau tax amnesty dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025. atau rencana pemerintah yang akan kembali menjalankan tax amnesty jilid III
Menurutnya, program ini bertujuan meningkatkan penerimaan negara melalui pengungkapan aset wajib pajak yang selama ini belum dilaporkan, meski selalu menuai pro dan kontra.
"Kebijakan tax amnesty akan selalu menimbulkan polemik dan diskursus yang bertentangan. Pertama, tax amnesty ini akan memberikan rasa ketidakadilan terhadap wajib pajak yang telah patuh," jelas Ajib dalam keterangan tertulis, Rabu, 20 November 2024.
"Karena masyarakat yang mengikuti program tax amnesty, berarti mengakui bahwa sebelumnya mereka tidak patuh dalam melakukan kewajiban perpajakan," tambahnya.
Lanjutnya, Ajib menilai hasil tax amnesty jilid I pada tahun 2016 cukup signifikan, dengan negara berhasil mengumpulkan uang tebusan sebesar Rp 130 triliun dan repatriasi sebesar Rp 146 triliun.
Namun, tax amnesty jilid II pada 2022 tidak berjalan seefektif jilid I, terutama karena tarif yang kurang menarik dan pembatasan peserta yang membatasi dampak positifnya.
Meskipun kebijakan ini sering dianggap tidak adil bagi wajib pajak yang sudah patuh, Ajib menekankan bahwa pemerintah memiliki tiga manfaat utama dari tax amnesty.
"Pertama, kebutuhan budgeteer untuk menambah pemasukan APBN. Kedua, harta bersih yang dilaporkan oleh wajib pajak bisa masuk ke sistem keuangan Indonesia yang lebih terbuka, dan ketiga, bisa membantu pertumbuhan ekonomi dengan mengurangi kekhawatiran masyarakat untuk membelanjakan uang yang telah diakui dalam program ini," ungkapnya.
Ajib juga menyatakan bahwa meskipun tax amnesty bukanlah kebijakan yang ideal, kebijakan ini penting untuk memperbaiki kepatuhan pajak di Indonesia dan mendukung perekonomian.
"Secara prinsip, tax amnesty memang kurang ideal, tapi dibutuhkan oleh masyarakat dan pemerintah untuk memperbaiki sistem perpajakan dan mendukung perekonomian," pungkasnya.
Wacana program Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty Jilid III memunculkan beragam tanggapan.
Kesepakatan DPR untuk memasukkan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025, menjadi salah satu pemicu perdebatan.
Konsultan pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman, menilai bahwa pelaksanaan Tax Amnesty secara berulang dapat menciptakan dampak negatif bagi kepatuhan pajak. Menurutnya, kebijakan semacam ini berpotensi menanamkan persepsi keliru di kalangan wajib pajak, terutama bagi mereka yang kurang memahami aturan perpajakan.
“Tax Amnesty yang dilakukan berulang kali dapat menjadi preseden buruk. Ini menciptakan kesan bahwa kepatuhan pajak bisa ditunda hingga ada program serupa,” kata Raden,
Ia mengisahkan pengalamannya menangani seorang klien yang salah memahami kewajiban pajak. Klien tersebut mengira pelaporan pajak hanya perlu dilakukan setiap lima tahun, karena selama ini hanya dihubungi oleh Account Representative (AR) Direktorat Jenderal Pajak saat ada program seperti Tax Amnesty atau Program Pengungkapan Sukarela (PPS).
“Dia terkejut ketika dipanggil untuk melapor SPT Tahunan pada 2024, padahal sebelumnya mengira kewajiban pajaknya masih jauh dari jatuh tempo,” jelasnya.
Secara akademis, Raden menambahkan, pengampunan pajak yang dilakukan secara berulang dapat merusak fondasi kepatuhan pajak. Kajian ilmiah menunjukkan bahwa kebijakan ini justru menurunkan rasa tanggung jawab wajib pajak untuk memenuhi kewajiban secara rutin.
“Berdasarkan penelitian, Tax Amnesty berkali-kali memberikan dampak negatif bagi kepatuhan pajak,” ujarnya.
Rencana pengampunan pajak atau Tax Amnesty Jilid III kembali menjadi sorotan setelah Revisi Undang-Undang (RUU) terkait program ini resmi masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Keputusan ini diambil Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dalam rapat pada Senin, 18 November 2024.
Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyebut, usulan revisi UU Tax Amnesty dimasukkan secara mendadak oleh Baleg.
“Tiba-tiba Baleg memasukkannya dalam long list Prolegnas. Kami sebagai mitra Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengusulkan agar ini menjadi prioritas pada 2025,” kata Misbakhun saat ditemui di Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Selasa, 19 November 2024.
Dia menjelaskan, usulan ini masih berada pada tahap awal sehingga mekanisme pelaksanaannya perlu dibahas lebih lanjut bersama pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan.
“Sektor yang akan dicakup, bentuk perlindungan, hingga mekanisme lainnya akan dibicarakan lebih detail,” jelasnya.
Misbakhun menyebutkan, RUU Tax Amnesty ini masuk ke Prolegnas dalam rangka mendukung program pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Misbakhun menilai kebijakan ini sejalan dengan visi-misi pemerintahan saat ini.
“Kalau memang ada tax amnesty, kita harus mendukung demi mengamankan visi pemerintahan yang baru,” ujar Misbakhun. (*)