Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Ekonomi Triwulan III-2024 Melambat, Impor Tinggi jadi Pemicu

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 20 November 2024 | Penulis: Citra Dara Vresti Trisna | Editor: Redaksi
Ekonomi Triwulan III-2024 Melambat, Impor Tinggi jadi Pemicu

KABARBURSA.COM - Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan di LPEM FEB UI Teuku Riefky menilai ada dua penyebab pelambatan dan surplus ekonomi di Indonesia mengecil, yakni tidak ada faktor musiman dan peningkatan impor.

Sebelumnya, pertumbuhan ekonomi triwulan III-2024 melambat menjadi 4,95 persen (year-on-year/yoy) turun dari 5.05 yoy pada triwulan II-2024.

Faktor musiman itu, kata Riefky, seperti hari raya keagamaan besar atau liburan sekolah yang mendorong pertumbuhan pada triwulan II-2024. Sementara yang menjadi faktor pendorong pertumbuhan triwulan III-2024 adalah belanja dan investasi.

“Konsumsi rumah tangga yang lebih lemah dan peningkatan tajam dalam impor mengimbangi kenaikan aktivitas ekonomi dari komponen lain, yang menyebabkan perlambatan secara keseluruhan,” kata Riefky dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, 20 November 2024.

Riefky menjelaskan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga menurun tipis menjadi 4,91 persen yoy pada triwulan III-2024 dari 4,93 persen yoy pada triwulan II-2024.

Di sisi lain, ekonom UI tersebut mengungkapkan bahwa belanja pemerintah melonjak menjadi 4,62 persen yoy pada triwulan III-2024, meningkat dari 1,42 persen yoy pada triwulan II-2024.

Peningkatan pengeluaran pemerintah ini didorong oleh belanja kementerian untuk proyek infrastruktur dan fasilitas dan belanja non kementerian atau kompensasi subsidi.

Riefky juga melaporkan pertumbuhan impor sebesar 16,54 persen mtm atau sebesar USD18,82 miliar pada September 2024 menjadi USD21,94 miliar pada Oktober 2024. Sementara untuk pertumbuhan impor secara tahunan mencapai 17,49 persen yoy.

“Di antara sepuluh besar komoditas impor non-migas, pada Oktober 2024, kelompok mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya yang memiliki kontribusi 15,88{3004e6a2a23c8250adb56aedfee72f5f48434ae90303b3f2342c4d8b034836ab} terhadap keseluruhan impor mengalami penurunan, turun 2,09{3004e6a2a23c8250adb56aedfee72f5f48434ae90303b3f2342c4d8b034836ab} (m.t.m) pada Oktober 2024 dibanding bulan sebelumnya,” jelasnya.

Riefky melanjutkan, untuk mesin dan perlengkapan elektrik beserta komponennya mencatatkan peningkatan signifikan sebesar 29,20 persen mtm pada Oktober 2024, dengan kontribusi mencapai 14,29 persen terhadap total impor.

Sementara itu, plastik dan produk berbahan plastik tumbuh 5,52 persen mtm dengan kontribusi 5,34 persen. Data ini mencerminkan ekspansi sektor manufaktur yang didukung oleh optimisme, sebagaimana terlihat dalam Indeks Kepercayaan Industri (IKI).

Di sisi lain, peningkatan bulanan terjadi pada seluruh kategori penggunaan barang, dengan impor bahan baku mencatatkan pertumbuhan tertinggi sebesar 18,49 persen mtm pada Oktober 2024 dibandingkan bulan sebelumnya.

Lonjakan impor ini terutama dipengaruhi oleh peningkatan volume serta penurunan harga rata-rata agregat impor migas dan nonmigas, termasuk kenaikan impor minyak mentah sebesar 61,87 persen mtm dan hasil minyak sebesar 37,86 persen mtm pada periode yang sama.

Ketegangan Politik Picu Pelambatan

Sementara itu, Direktur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa ketegangan geopolitik dan fragmentasi perdagangan berdampak kepada perlambatan ekonomi di banyak negara, seperti China, Uni Eropa dan Indonesia. Selain perlambatan ekonomi, ketegangan geopolitik juga meningkatkan inflasi dunia.

“Risiko perekonomian global semakin tinggi disertai dengan meningkatnya ketegangan geopolitik dan fragmentasi perdagangan,” kata Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu, 20 November 2024.

Perry menuturkan, perkembangan politik di Amerika Serikat (AS) kan diikuti arah kebijakan fiscal yang lebih ekspansif dan menerapkan strategi ekonomi berorientasi domestik atau inward looking policy atau strategi perdagangan dengan membatasi perdagangan internasional.

Perkembangan politik di AS juga diprakirakan bakal mengakibatkan penerapan tarif tinggi yang diikuti dengan kebijakan imigrasi yang ketat.

Perry juga memprakirakan proses penurunan inflasi AS akan berjalan lebih lambat sehingga mendorong penurunan suku bunga The Fed AS juga lebih terbatas. Sedangkan untuk kebutuhan pembiayaan defisit fiscal yang lebih besar oleh pemerintah AS bakal memicu peningkatan yield US Treasury, baik untuk tenor jangka pendek atau panjang.

“Perubahan politik di Amerika Serikat tersebut telah berdampak pada menguatnya mata uang dolar Amerika Serikat secara luas, serta berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portfolionya kembali ke Amerika Serikat,” jelasnya.

Menurutnya, hal ini berdampak kepada tekanan pelemahan nilai tukar berbagai nilai mata uang dunia dan terjadi aliran keluar portfolio asing termasuk dari negara emerging market.

Penguatan respon kebijakan, kata dia, diperlukan untuk memperkuat ketahanan eksternal dari dampak negatif memburunya rambatan global tersebut terhadap perekonomian di negara-negara emerging market termasuk Indonesia.(*)