KABARBURSA.COM - Minyak goreng Minyakita melesat dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan Pemerintah. Kondisi tersebut menuai respons negatif dari banyak masyarakat dan pedagang. Dalam kondisi ini, pemerintah didesak untuk turun gelangganng untuk menstabilkan harga Minyakita.
Anggota Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mufti Anam, mengaku miris melihat pemerintah tak bisa mengontrol harga Minyakita dari tahun ke tahun. Padahal, kata dia, Indonesia merupakan negara penghasil crude palm oil (CPO) terbesar di dunia.
"Sungguh kita miris, pemerintah ini tidak bisa mengontrol harga Minyakita dari tahun ke tahun. Bahkan trennya terus meningkat harganya. Padahal Indonesia merupakan penghasil crude palm oil (CPO) terbesar di dunia," kata Muft dalam keterangannya,Rabu, 20 November 2024.
Mufti pun mempertanyakan kinerja pemerintah yang hingga kini belum juga mampu menyelesaikan masalah harga minyak goreng di pasaran. Ia menekankan, mestinya pemerintah tidak hanya membuat regulasi, melainkan juga membangun jembatan antara produsen dan konsumen. “Mengontrol dan memastikan ketersediaan produk minyak kita bisa tetap sesuai dengan HET," jelasnya.
Diketahui, harga Minyakita melesat cukup tinggi di banyak daerah dalam beberapa waktu terakhir. Berdasarkan laporan Kementerian Perdagangan, harga Minyakita melambung dari HET yang ditetapkan Pemerintah yaitu Rp 15.700 menjadi Rp 17.058 per liter di 82 kabupaten/kota Indonesia. Bahkan di 32 daerah, harga Minyakita sudah mencapai Rp 18 ribu per liter.
Mufti pun meminta pemerintah untuk bertindak tegas kepada pedagang yang masih saja menjual harga Minyakita jauh di atas dari harga yang telah disepakati, termasuk juga menindak produsen minyak yang nakal. Menurutnya, pemerintah perlu memastikan bahwa produsen Minyakita tetap menjalankan peraturan yang telah ditetapkan.
"Kemendag harus memastikan produsen yang tidak memproduksi Minyakita sesuai dengan apa yang menjadi kesepakatan dengan Pemerintah untuk ditindak tegas. Kalau perlu dicabut izinnya jika masih bandel," tegasnya.
Adapun beberapa waktu lalu, pemerintah juga mengklaim kenaikan harga Minyakita disebabkan oleh permintaan pasar yang meningkat menjelang Natal dan Tahun Baru 2024/2025. Di samping itu, harga minyak curah disebut mengalami kenaikan mencapai Rp 17.119 per liter yang disebabkan oleh kenaikan harga CPO.
Mufti mengaku heran, lantaran fenomena mahal dan langkanya minyak goreng yang terus berulang. Menurutnya, hal itu terjadi lantaran pemerintah kehilangan taringnya sehingga pelaku industri berani melanggar ketentuan.
"Kementerian Perdagangan mengeluarkan suatu kebijakan, tapi kemudian tidak digubris oleh para pelaku industri. Ini kan sama saja kemudian Kemendag seperti macan ompong kan?” ungkapnya.
Mufti juga mempertanyakan langkah pmerintah yang lambat mengatasi persoalan mahalnya harga Minyakita, hingga terjadi kelangkaan minyak goreng rakyat tersebut. "Sudah harganya mahal, di beberapa daerah masyarakat kesulitan mendapatkan Minyakkita. Ini jadi preseden buruk di awal Pemerintahan Prabowo," tegasnya.
Mufti pun khawatir, mahal dan langkanya Minyakita di pasaran karena ada penyelewengan yang dilakukan oknum-oknum nakal. Untuk itu, ia meminta Pemerintah mencari sumber permasalahannya. “Jangan-jangan Minyakita diselewengkan, dioplos lalu dijual menjadi merk lain”, ujar Mufti.
Ia menilai, mestinya pemerintah tidak perlu diingatkan untuk melakukan pengawasan intensif agar memastikan pengecer menjual Minyakita sesuai HET. Mufti menilai, pemerintah perlu bekerja sama dengan pihak industri dalam memantau dan mengendalikan harga CPO yang menjadi bahan baku utama minyak goreng.
Pasalnya, menurut Mufti, harga MinyaKita senilai Rp 17.000 itu tidak masuk akal, padahal harga CPO tahun ini lebih rendah dibandingkan saat booming harga CPO tahun 2022. Apalagi, harga CPO dunia saat ini sedang stabil dan berada di kisaran US$ 700 - US$ 800 per metric ton.
"Saya lihat ini kegagalan Pemerintah dan yakin harga MinyakKita tidak bisa ke HET Rp 15.700. Mengapa? karena yang mengelola program ini orangnya sama meskipun sudah membentuk Menko Pangan, ya orangnya sama, penerus Menteri Perdagangan juga orangnya Menko pangan," urainya.
Mufti menilai, perlunya pemerintah bekerja sama dengan industri dalam mempertimbangkan pemberian subsidi atau insentif bagi produsen demi menekan biaya produksi. Di samping itu, ia juga menilai, perlu adanya kolaborasi dengan daerah dalam pengawasan dan penetapan harga di wilayah masing-masing.
"Jangan sampai kemudian karena ini berlarut urusan tidak selesai kemudian ada kelangkaan minyak goreng seperti yang terjadi saat Mendag Lutfi saat itu," ucapnya.
Mufti mendorong pemerintah untuk turun langsung ke lapangan dalam mengatasi masalah Minyakita ini. Menurut Mufti, bertemu langsung mendengarkan keluhan pedagang eceran dan konsumen di pasar dapat melihat kondisi real yang menjadi persoalan.
“Jangan hanya menerima laporan di belakang meja lalu membuat regulasi yang tidak sesuai dengan keadaan lapangan,” tegasnya.
"Maka dari itu penting sekali turun ke lapangan, lihat kondisi pasar. Selain bisa mendengar keluhan rakyat langsung, kita juga bisa melihat dan mendengar kenyataan yang ada karena laporan bisa dibuat dengan ideal tapi kondisi lapangan itu jauh lebih real," sambung Mufti.
Mufti pun berharap, pemerintah dapat menjadi jembatan antara produsen dengan konsumen. Mengingat Presiden Prabowo Subianto sempat menegaskan visinya dalam hal swasembada pangan. Dalam hal ini, ia menilai Minyakita juga berperan dalam menopang visi tersebut.
Lebih jauh, Mufti meminta Prabowo untuk memberikan perhatian lebih terhadap nasib rakyat yang kesulitan membeli minyak karena mahal. Ia mengusulkan, program Minyakita ditugaskan ke Perum BULOG dan Holding BUMN Pangan sehingga tidak lagi berada di bawah Kementerian Perdagangan.
"Intinya program untuk rakyat jangan diserahkan pengelolaannya ke Oligarki, lebih baik dikelola BUMN karena akan memudahkan negara untuk melakukan intervensi sehingga program Minyakita itu benar-benar untuk rakyat dengan harga terjangkau dan barangnya ada," pungkasnya.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.