Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Perang Dagang AS-China Ancam Produktivitas Industri Otomotif

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 19 November 2024 | Penulis: Citra Dara Vresti Trisna | Editor: Redaksi
Perang Dagang AS-China Ancam Produktivitas Industri Otomotif

KABARBURSA.COM - Pengamat pasar modal dan Founder WH Project William Hartanto menilai ancaman kelangkaan semikonduktor akibat perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) bisa menjadi masalah di sektor elektronik dan otomotif.

"Semikonduktor itu mikrochip yang punya peran besar terhadap produk-produk otomotif dan mobil. Jadi kemungkinan efeknya adalah produksi mobil baru akan berkurang dan membuat lesu kinerja emiten di dari sektor otomotif," kata William kepada Kabar Bursa, Selasa, 19 November 2024.

Kelangkaan semikonduktor, lanjut William, memang membawa dampak buruk dari sisi produsen otomotif tapi membawa dampak positif kepada penjualan mobil bekas. Karena, harga mobil bakal meningkat ketika terjadi kelangkaan semi konduktor.

Selain itu, semikonduktor juga merupakan komponen penting yang dibutuhkan dalam produksi mobil. Sehingga kelangkaan semi konduktor dapat mengakibatkan terjadinya penurunan produksi.

"Bicara dari sisi daya beli masyarakat, ketika kelangkaan semi konduktor maka yang naik adalah dari sisi kendaraan-kendaraan second. Jadi plus minusnya adalah dari sisi permintaan kendaraan," jelasnya.

Kendati demikian, ia mempertanyakan apakah kelangkaan ini dapat dijawab oleh produsen kendaraan dengan cara menciptakan sendiri atau memproduksi semikonduktor di dalam negeri untuk mengatasi potensi kelangkaan.

Mendorong Industri Semikonduktor

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengulas berbagai potensi kolaborasi ekonomi dengan Duta Bisnis Australia untuk Indonesia, Jennifer Westacott. Salah satu yang dibahas adalah peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia untuk pengembangan industri semikonduktor.

"Indonesia membuka peluang kerja sama bilateral, terutama untuk mempersiapkan SDM untuk industri semikonduktor," ujar Airlangga Hartarto.

Rencana ini, lanjut Airlangga, diharapkan menjadi bagian dari dukungan Technical and Further Education (TAFE) atau pendidikan vokasi dari pemerintah Australia.

Airlangga juga menyampaikan bahwa diskusi mencakup berbagai peluang kolaborasi di sektor energi dan mineral, seperti pengembangan Carbon Capture Storage (CCS), proses transisi dan transmisi energi, praktik pertambangan ramah lingkungan, teknologi batubara hijau, dan amonia biru.

Selain itu, potensi kerja sama di sektor informatika, pertanian, pendidikan, dan kesehatan turut dibahas dalam pertemuan tersebut.

Airlangga menekankan perhatian pemerintah Indonesia untuk segera menyelesaikan regulasi mengenai CCS guna mendorong kolaborasi yang lebih intensif antara kedua negara.

Dia juga menekankan pentingnya keberlanjutan dari berbagai komitmen kerja sama yang telah terjalin, seperti kerja sama produk susu dan olahannya, serta ternak unggas.

Airlangga berharap hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia akan terus erat untuk mendukung dan menyukseskan transisi pemerintahan baru pada Oktober mendatang.

Sementara itu, Westacott menyambut baik berbagai potensi kolaborasi kedua negara dan menawarkan kerja sama joint venture di industri semikonduktor, khususnya dalam lini industri packaging.

“Kunjungan ini bertujuan membahas berbagai potensi kerja sama Indonesia dan Australia, termasuk sektor pertanian, pendidikan, transisi energi, serta bidang kesehatan,” ujar Westacott.

Peluang di Industri Semikonduktor

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menyebut Indonesia memiliki potensi besar di pasar digital. Hal itu diperkuat dengan posisi Indonesia sebagai negara terbesar keenam dengan jumlah perusahaan rintisan inovatif di Asia Tenggara.

"Ekosistem yang dinamis ini merupakan bukti kesiapan negara untuk menjadi salah satu negara maju dalam ekonomi digital di dunia dan regional dimana kecerdasan buatan (AI) dan semikonduktor menjadi komponen inti dari strategi tersebut," kata Airlangga.

Adapun AI dan semikonduktor memiliki potensi untuk mendukung berbagai sektor industri, mulai dari manufaktur hingga jasa. Melalui kebijakan di KEK, tutur Airlangga, pemerintah sedang berupaya memfasilitasi dan memberi kemudahan bagi perusahaan yang bergerak di sektor ini, termasuk insentif pajak, kemudahan perizinan, dan infrastruktur yang mendukung perkembangan teknologi tinggi.

Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Dewan Nasional KEK Rizal Edwin Manangsang menuturkan, industri AI dan semikonduktor memiliki pangsa pasar yang besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi digital. Dia menjelaskan, KEK akan turut serta mengawal pengembangan tersebut.

"KEK mendukung pengembangan industri tersebut melalui penawaran berbagai fasilitas dan kemudahan ultimate," kata Rizal

Rizal menuturkan, KEK Indonesia memiliki posisi yang strategis untuk mendukung pengembangan industri-industri digital. Saat ini, terdapat empat KEK yang siap menjadi pemain kunci di sektor AI dan semikonduktor. Pertama, KEK Nongsa dengan fokus teknologi digital. KEK Nongsa menawarkan pusat data, lembaga akademik, produksi film dan animasi serta pengembangan perusahaan rintisan teknologi.

Kedua, KEK Singhasari sebagai industri digital, dengan lebih dari 300 pengembang perangkat lunak dan 18 studio animasi dan film. Kawasan tersebut akan segera menyambut pembukaan cabang King’s College London dengan program Digital Economy.

Ketiga, KEK Kendal dengan pengembangan ekosistem Kendaraan Listrik (EV), yang akan memainkan peran penting dalam integrasi AI dan semikonduktor dan KEK Tanjung Sauh yang diposisikan untuk menjadi pusat komponen elektronik seperti semikonduktor yang strategis menghubungkan pasar domestik dan global.

Keempat, KEK Kura Kura Bali yang diproyeksikan untuk mengembangkan pendidikan berkelanjutan dan sumber daya manusia termasuk di dalamnya sektor AI.

Rizal menyebut, hubungan erat antara AI dan semikonduktor menjadi faktor kunci dalam mendorong inovasi dan pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Pemerintah, lanjutnya, berkomitmen untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pengembangan kedua industri tersebut melalui kebijakan strategis dan dukungan regulasi. (*)