Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

BBM Berbahan Minyak Kelapa Sawit Diluncurkan Januari 2024

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 18 November 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
BBM Berbahan Minyak Kelapa Sawit Diluncurkan Januari 2024

KABARBURSA.COM - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan bahwa penerapan bahan bakar nabati (BBN) jenis B40, yang merupakan campuran 40 persen biodiesel berbahan minyak kelapa sawit dengan solar, akan mulai diberlakukan pada Januari 2025.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Eniya Listiani Dewi mengatakan saat ini uji coba penggunaan B40 untuk berbagai jenis kendaraan masih terus dilakukan.

“Kami sedang mempersiapkan pelaksanaan B40 untuk diwajibkan pada Januari 2025. Sementara itu, kajian untuk B50 juga sudah dimulai. Untuk B40, kami menunggu hasil uji coba pada berbagai jenis transportasi,” kata Eniya di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Senin, 18 November 2024.

Selain itu, Eniya menambahkan, koordinasi dengan badan usaha penyalur BBM dan BBN menjadi langkah penting dalam mempersiapkan implementasi B40. Koordinasi tersebut meliputi kesiapan infrastruktur distribusi serta pengaturan stok bahan bakar di berbagai wilayah.

“Pertemuan dengan seluruh badan usaha penyalur BBN dan BBM akan kami gelar minggu ini untuk memastikan kesiapan mereka. Kami juga akan mengecek apakah persiapan infrastruktur, stok bahan bakar, dan kapasitas produksi sudah memenuhi kebutuhan,” terang Eniya.

Beberapa aspek infrastruktur yang perlu diperhatikan adalah peningkatan kapasitas pelabuhan, seperti penambahan ruang penyimpanan (storage) di jetty, serta penyempurnaan standar kapal pengangkut bahan bakar untuk memastikan distribusi berjalan lancar.

Ke depan, pemerintah juga berencana meningkatkan persentase campuran biodiesel hingga mencapai B50, yang mengandung 50 persen minyak kelapa sawit.

Untuk itu, Eniya menekankan pentingnya peningkatan produksi minyak kelapa sawit dalam negeri guna memenuhi kebutuhan B50.

“Produksi CPO (crude palm oil) di Indonesia perlu ditingkatkan. Saat ini, kita baru memproduksi 3,7 juta ton, padahal untuk mendukung program B50, kita membutuhkan lebih banyak lagi,” pungkas Eniya.

Batu Bara dan Biodiesel Jadi Solusi Subsitusi Energi

Beberapa waktu lalu, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung menilai substitusi atau pengganti energi dapat dijadikan salah satu alternatif dalam memenuhi ketersediaan energi nasional. Substitusi energi juga dilakukan untuk meningkatkan ketahanan energi dan mengurangi ketergantungan terhadap impor.

“Bagaimana kita menyediakan elpiji yang cukup yang sebagian besar berasal dari impor, justru ini kita mengharapkan substitusinya dari hilirisasi (batu bara),” kata Yuliot dalam keterangannya, Kamis 31 Oktober 2024.

Alasan pemerintah menjadikan batu bara sebagai substitusi energi adalah karena Indonesia memiliki cadangan batu bara yang besar. Hal inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk hilirisasi dari batu bara menjadi gas. Menurutnya, Indonesia dapat mencontoh hilirisasi batu bara menjadi gas.

Selain hilirisasi batu bara, pemerintah juga akan menggenjot produksi dari sumur minyak dan gas bumi guna mengejar ketersediaan energi di dalam negeri.

Pemenuhan kebutuhan energi nasional, lanjut dia, tidak hanya bergantung dari energi berbasis fosil saja, tapi juga menggunakan energi baru terbarukan (EBT).

“Untuk ketersediaan energi ke depan, itu tidak hanya berasal dari energi fosil, tapi kita juga akan memakai EBT, termasuk yang berasal dari bahan bakar nabati, itu berupa biosolar, bioetanol, dan biodiesel,” jelasnya.

Pemanfaatan dan Pengembangan Biodiesel

Upaya memenuhi kebutuhan energi nasional melalui biodiesel, pemerintah Indonesia bakal mengembangkan energi dari nabati ini hingga B100. Sedangkan untuk biodiesel yang sejak Agustus 2023 lalu digunakan adalah B35 atau mencampur Biodiesel B35 sebanyak 35 persen ke dalam solar.

“Pemerintah juga menargetkan B100, yang sekarang sudah itu B35 yang akan ditingkatkan ke B40 B50 B60 sampai dengan B100 ke depan,” ujar Yuliot.

Yuliot menuturkan, terkait dengan ketersediaan bahan baku, pihaknya telah membahas hal ini dengan stakeholder terkait seperti Kementerian Pertanian.

Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa penggunaan biodiesel B35 dan B40 merupakan langkah menuju swasembada energi. Menurutnya, swasembada hanya dapat dicapai jika ketahanan energi nasional berhasil ditingkatkan.

Bahlil menyebut bahwa kemandirian energi bisa terwujud dengan adanya bioethanol, bioenergi, dan biodiesel. Saat ini, biodiesel sudah mencapai B35 hingga B40, yang telah melalui tahap uji coba.

Bahlil juga mengungkapkan bahwa pemanfaatan biodiesel akan terus ditingkatkan menjadi B50 dan B60. Peningkatan ini dilakukan karena Indonesia memiliki sumber daya yang cukup untuk mendukung produksi bahan bakar tersebut.

Ia memperkirakan bahwa penggunaan B35 hingga B40 akan membutuhkan sekitar 14 juta kiloliter. Meskipun ekspor masih besar, kapasitas Crude Palm Oil (CPO) domestik dianggap telah mencukupi.

“Tinggal kita lihat adalah teknologinya ini harus by process untuk kita uji coba. Agar ketika itu diimplementasikan, B50-B60 itu betul-betul sudah melalui uji coba yang baik,” ujar Yuliot.

Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi juga menyatakan bahwa realisasi pemanfaatan biodiesel di Indonesia meningkat secara signifikan dalam setahun terakhir.

Ia menjelaskan bahwa tren kenaikan ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, serta memperkuat ketahanan energi melalui pemanfaatan biodiesel yang rasio campurannya terus ditingkatkan, dari B35 menuju B40, dan kelak B50 hingga B60.

Menurut data Kementerian ESDM, capaian biodiesel pada 2021 mencapai 9,3 juta kiloliter (KL) dan meningkat menjadi 10,45 juta KL pada 2022. Pada 2023, capaian biodiesel kembali meningkat 12,2 juta KL, dengan penerapan mandatori B35 yang dimulai pada Agustus 2023.

Program ini mewajibkan campuran 35 persen biodiesel dalam solar, yang diyakini dapat mengurangi ketergantungan pada impor BBM serta menambah nilai bagi sektor pertanian.

Penerapan biodiesel B35 diklaim telah menghasilkan penghematan devisa negara hingga Rp120,54 triliun, peningkatan nilai CPO olahan menjadi biodiesel sebesar Rp15,82 triliun, serta menciptakan lapangan kerja bagi sekitar 11.000 tenaga kerja, baik di sektor non-farm maupun off-farm.

Sebelumnya, swasembada energi menjadi salah satu target utama yang ditetapkan oleh pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Presiden Prabowo menegaskan pentingnya swasembada energi, yang menurutnya memungkinkan tercapai berkat kekayaan sumber daya alam Indonesia.

Ia menyoroti tanaman kelapa sawit yang dapat menghasilkan solar dan bensin, serta berbagai tanaman lain seperti singkong, tebu, sagu, dan jagung, sebagai komoditas potensial untuk memenuhi kebutuhan energi tanpa bergantung pada bangsa lain. (*)