Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Ogah Latah, BI akan Lebih Cermat Turunkan Suku Bunga

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 17 November 2024 | Penulis: Citra Dara Vresti Trisna | Editor: Redaksi
Ogah Latah, BI akan Lebih Cermat Turunkan Suku Bunga

KABARBURSA.COM - CEO Citi Indonesia Batara Sianturi memprediksi The Fed bakal menurunkan suku bunga acuan pada bulan Desember sebesar 50 basis point. Penurunan suku bunga ini, kata dia, tidak dapat menjadi acuan apakah Bank Indonesia (BI) bakal segera turunkan suku bunga.

“Kami belum memprakirakan BI akan mengeluarkan suku bunga lagi karena rapat dewan gubernur BI pada bulan Desember 2024 tanggalnya sama dengan The Fed. BI mungkin masih akan menunggu reaksi pasar, terutama reaksi kurva US Treasury sebelum menyesuaikan suku bunga acuan,” kata Batara beberapa waktu lalu.

Kendati demikian, ia mengaku optimistis jika The Fed bakal tetap menurunkan suku bunga acuan lagi sebesar 50 basis poin meski market pricing masih di angka 25 basis poin.

Penurunan ini, kata dia, cepat atau lambat bakal diikuti oleh penurunan suku bunga sehingga dapat menciptakan produksi yang lebih kondusif untuk perbankan dalam hal likuiditas, level of interest rate dan daya beli untuk kredit konsumtif.

“Kita juga cukup melihat bahwa kredit konsumptif masih double digit pertumbuhannya. Sehingga mudah-mudahan dengan penurunan suku bunga ini diikuti dari penurunan lagi 50 basis point daripada The Fed di bulan Desember akan menciptakan lagi kondusif begitu Bank Indonesia akan menurunkan suku bunga mungkin di tahun 2025,” jelasnya.

BI Rate Turun Perlahan

Sementara itu, Chief Economist Citi Indonesia, Helmi Arman menilai terjadi ketidakpastian tinggi terhadap kelangsungan arus modal asing ke pasar obligasi Indonesia.

“Ini sebenarnya tidak hanya mempengaruhi Indonesia tapi juga mempengaruhi emerging markets secara umum. Jadi walaupun Citi Indonsia berpandangan bahwa Federal Reserve Rate atau seumpungnya kebijakan di Amerika ini masih bisa turun di bulan Desember, namun kurva imbal hasil U.S. Treasury, kurva imbal hasil obligasi negara Amerika Serikat itu belum tentu ikut turun,” kata Helmi.

Menurutnya, ekspektasi pasar global terkait dengan kebijakan tarif dari Trump dapat menaikkan inflasi di AS sehingga kenaikan ekspektasi inflasi menahan turunnya kurva imbal hasil US Treasury.

Helmi juga mengungkapkan bahwa ada risiko pengenaan tarif tingi terhadap China ini juga bisa mengakibatkan devaluasi nilai Yuan. Menurutnya, yuan merupakan jangkar bagi nilai tukar negara-negara emerging markets.

Ketika dolar menguat terhadap yuan, kata dia, besar kemungkinan jika dolar juga menguat terhadap negara-negara emerging markets lainnya termasuk rupiah.

“Kondisi ini dimana ada ketidakpastian yang lebih tinggi terhadap arus modal asing yang masuk ke pasar obligasi Indonesia yang karena alasan-alasan tadi, karena kurva imbal hasil AS sudah turun dan ada kemungkinan resiko devaluasi yuan. Nah ini kami perkirakan akan membuat Bank Indonesia lebih berhati-hati dalam menurunkan suku bunga kebijakan ke depan,” jelasnya.

Ia memprakirakan penurunan suku bunga BI Rate bakal lebih perlahan dibandingkan dengan ekspektasinya sebelum terpilihnya Trump sebagai presiden di Pemilu AS.

Laba Bersih Tumbuh

Citibank Citi Indonesia mencatatkan pertumbuhan laba bersih selama sembilan bulan pertama tahun 2024 sebesar 32 persen (year on year/YoY) atau sebesar Rp2,2 triliun.

CEO Citi Indonesia Batara Sianturi mengatakan, peningkatan laba bersih disebabkan oleh biaya operasional yang lebih rendah yang menghasilkan cost to income ratio (CIR) menjadi 41,9 persen dari 59,8 persen pada tahun sebelumnya.

“Peningkatan laba berisih ini, Rp2,2 triliun memberikan kontribusi kepada peningkatan Return on Asset (ROA) menjadi 4,1 persen dari tahun sebelumnya sebesar 2,8 persen di periode yang sama dan juga peningkatan return on equity menjadi 15,4 persen dari 12,7 persen pada periode yang sama tahun 2023,” kata Batara di Jakarta, Rabu, 13 November 2024.

Menurutnya, capaian laba bersih Citi Indonesia dapat menjadi indikator yang kokoh dan sehat. Capaian ini juga dianggap sebagai indikator pertumbuhan bisnis yang saling terhubung di Indonesia.

Batara juga mengungkapkan bahwa liquidity coverage ratio (LCR) dan ratio non-stable funding Citi Indonesia berada di level 291 persen dan 124 persen atau berada di atas ketentuan minimum. Ia juga mengatakan bahwa cadangan modal atau rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) Citi Indonesia naik 2,6 persen menjadi 33,1 persen dibanding tahun sebelumnya 30,5 persen.

Sementara itu, Batara juga mengungkapkan bahwa bisnis perbankan yang mencakup corporate and investment banking, global network banking dan commercial banking tumbuh di tengah kondisi eksternal yang cukup menantang.

“Capaian Global networking banking ini melalui berbagai inisiatif, termasuk koridor Asia to Asia yang melayani kepentingan bisnis di Asia yang berinvestasi di Indonesia. pertumbuhan ini menjadi bukti kerangka bisnis yang kuat yang dibangun selama bertahun-tahun,” ujarnya.

Sementara di segmen TTS atau bisnis treasury and trade solutions, lanjut Batara, juga menunjukkan pertumbuhan yang positif di kuartal III-2024 sehingga dana pihak ketiga yang berhasil dikumpulkan tumbuh mendekati dua digit dan forma pembayaran yang lebih dari dua kali lipat. (*)