Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Singapura Dukung Ekspor UMKM Indonesia Melalui Kerja Sama Digital

Rubrik: Makro | Diterbitkan: 17 November 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Singapura Dukung Ekspor UMKM Indonesia Melalui Kerja Sama Digital

KABARBURSA.COM - Singapura telah menyatakan kesiapan untuk mendukung ekspansi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Indonesia dalam pasar ekspor.

Hal itu diungkapkan Menteri Perdagangan (Mendag) RI, Budi Santoso, usai melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Keberlanjutan dan Lingkungan Hidup serta Menteri Perdagangan Singapura, Grace Fu, di Lima, Peru, Kamis, 14 November 2024.

Pertemuan ini berlangsung dalam rangkaian acara APEC Economic Leaders’ Week (AELW) 2024.

Dalam pertemuan tersebut, Singapura mengajak Indonesia untuk mengembangkan konsep mengenai UMKM, dengan fokus pada penguatan kerja sama digital dan penyederhanaan proses perdagangan. Budi Santoso menyampaikan bahwa Indonesia mengedepankan prioritas pengembangan UMKM agar bisa lebih mudah menembus pasar ekspor, dan Singapura merespons positif dengan mengundang Indonesia untuk merinci lebih lanjut rencana tersebut.

“Kami mengusulkan isu penting mengenai pengembangan UMKM agar mereka dapat lebih mudah berpartisipasi dalam ekspor. Singapura menyambut baik ide ini dan membuka ruang untuk pengembangan lebih lanjut dalam aspek digitalisasi dan kemudahan perdagangan,” ujar Budi dalam keterangannya, yang dikutip pada Minggu, 17 November 2024.

Dalam kesempatan itu, Menteri Budi didampingi oleh Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono.

Ia juga menyampaikan bahwa dukungan Singapura ini akan memperkuat program prioritas Kementerian Perdagangan Indonesia, yaitu program “UMKM BISA”.

Selain isu UMKM, pertemuan juga membahas pelaksanaan Forum Annual Ministerial Dialogue (AMD), yang merupakan forum dialog tingkat menteri antara Indonesia dan Singapura.

Forum ini diharapkan dapat menjadi wadah untuk mempromosikan perdagangan barang dan jasa, terutama untuk UMKM, serta mengeksplorasi potensi dalam sektor perdagangan digital, industri halal, dan implementasi berbagai perjanjian perdagangan internasional.

“Indonesia mendukung penuh pelaksanaan forum AMD, sebagai langkah untuk memperluas peluang perdagangan dan merespons isu-isu baru yang mempengaruhi hubungan dagang kedua negara,” ucap Budi.

Selain itu, Kemendag juga mengajak Singapura untuk meningkatkan investasi di Indonesia, khususnya di kawasan Batam dan Bintan, serta menjajaki potensi kerja sama di sektor energi dan pangan.

Berdasarkan data perdagangan terbaru, pada periode Januari-September 2024, total nilai perdagangan kedua negara tercatat mencapai USD24,77 miliar. Ekspor Indonesia ke Singapura tercatat sebesar USD8,65 miliar, sementara impor Indonesia dari Singapura mencapai USD16,12 miliar, yang menghasilkan defisit perdagangan sebesar USD7,47 miliar.

Total perdagangan antara kedua negara pada 2023 tercatat sebesar USD31,02 miliar, dengan defisit yang hampir serupa, yakni USD5,8 miliar.

Produk Impor Murah Kuasai Pasar Indonesia

Ketua Umum Asosiasi IUMKM Indonesia (AKUMANDIRI), Hermawati Setyorinny, mengungkapkan kekhawatirannya terkait keberlanjutan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia yang saat ini menghadapi tantangan besar akibat persaingan dengan produk impor murah, khususnya dari China.

Menurut Hermawati, serbuan produk impor dengan harga sangat murah menjadi ancaman serius bagi daya saing UMKM lokal, terutama dalam hal harga yang sulit ditandingi oleh produk dalam negeri.

“Produk impor murah sudah membanjiri pasar kita, dan banyak UMKM kesulitan untuk bersaing,” ujarnya kepada Kabar Bursa di Jakarta, Minggu, 10 November 2024.

Hermawati menilai langkah pemerintah untuk melindungi produk lokal masih sangat terbatas. Ia mencatat bahwa negara-negara lain telah memberlakukan batasan atau regulasi untuk melindungi produk dalam negeri dari serbuan impor. Namun, di Indonesia, upaya tersebut masih belum terlihat secara konkret.

“Jika kita lihat negara lain, pemerintah mereka sudah mengatur untuk melindungi produk lokal, sementara di Indonesia, belum ada langkah nyata yang jelas untuk mengatasi masalah ini,” kata Hermawati.

Sebagai contoh, Hermawati menyoroti operasi sidak yang dilakukan Kementerian Perdagangan (Kemendag) beberapa hari lalu yang berhasil menyita 90.000 rol tekstil asal China. Meski demikian, ia menilai tindakan tersebut lebih bersifat reaktif ketimbang preventif.

“Saya rasa operasi tersebut lebih karena tekanan masyarakat, bukan bagian dari strategi pemerintah yang terstruktur untuk melindungi UMKM,” tegasnya.

Hermawati juga mengkritik harga jual produk impor yang sangat murah, sehingga semakin menyulitkan UMKM untuk bersaing. Ia memberi contoh produk pakaian impor yang dapat dijual dengan harga jauh lebih murah dibandingkan produk lokal.

“Produk impor, seperti pakaian, bisa dijual dengan harga Rp10.000, sementara produk lokal paling murah bisa mencapai Rp40.000. Kondisi ini jelas menguntungkan importir, tapi merugikan UMKM,” ujarnya.

Dengan daya beli masyarakat yang semakin melemah, Hermawati khawatir konsumen akan lebih memilih produk murah meskipun harus mengorbankan kualitas atau aspek lokalitas. Selain itu, ia juga menyoroti tingginya biaya produksi sebagai kendala besar bagi UMKM untuk bersaing di pasar domestik.

“Biaya produksi yang tinggi, seperti bahan baku dan sertifikasi halal, menjadi beban tambahan yang berat bagi pelaku UMKM,” ujar Hermawati.

Menurutnya, sertifikasi halal seharusnya menjadi faktor yang memperkuat daya saing produk lokal, namun saat ini justru menjadi kendala yang memberatkan pelaku UMKM.

Selain masalah harga dan biaya produksi, Hermawati juga mengungkapkan tantangan lain yang dihadapi UMKM, yakni kesulitan dalam mengakses platform digital. Ia menjelaskan bahwa untuk bisa bergabung dengan e-commerce, UMKM diharuskan memiliki Nomor Induk Perusahaan (NIP), namun banyak pelaku UMKM yang kesulitan memenuhi syarat legalitas dan prosedur teknis yang diperlukan.

“Walaupun UMKM sekarang semakin melek teknologi dan sudah merambah e-commerce, persaingan di pasar digital tetap sangat berat, terutama soal harga,” ujar Hermawati.

Hermawati berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret melalui regulasi yang mendukung UMKM, khususnya dalam menurunkan biaya produksi dan memberikan perlindungan terhadap produk lokal dari gempuran produk impor.

“Pemerintah harus segera turun tangan untuk membantu UMKM bertahan dan berkembang, agar tidak tergerus oleh produk impor murah yang terus merajalela di pasar,” pungkasnya. (*)