KABARBURSA.COM - Stimulus yang dilakukan China dinilai bisa menjadi sentimen positif bagi emiten batu bara di Indonesia. Beberapa keuntungan bisa didapat akibat stimulus dari Negeri Tirai Bambu.
Perlu diketahui, China, melalui Bank Sentral Tiongkok (PBoC) baru saja memberi beberapa stimulus salah satunya dengan memangkas suku bunga.
Langkah tersebut dilakukan pemerintah China untuk kembali meningkatkan ekonomi di negara tersebut. Cara ini bisa mendorong belanja fiskal dan menstabilkan sektor properti.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas Fikri C Permana, mengatakan stimulus dari China sejatinya berpotensi mendorong permintaan. Jika ini terjadi, harga energi akan naik dan bakal berdampak positif terhadap batu bara.
"(Kenaikan harga energi) biasanya juga akan mendorong adanya permintaan terhadap batu bara dalam negeri lebih baik," kata dia kepada Kabarbursa.com, Rabu, 2 Oktober 2024.
Jika memang kondisinya seperti yang disebutkan tadi, Fikri yakin pendapatan emiten batu bara di Indonesia juga akan meningkat.
Lebih jauh dia juga menuturkan, sentimen positif dari stimulus China akan berlangsung lama. Sebab, kebijakan tersebut baru saja disahkan beberapa waktu lalu.
"Saya pikir ini baru awal dan kalau kita lihat juga secara historis, kenaikan batu bara juga baru terjadi di Februari lalu untuk harga acuannya," jelas Fikri.
Dikutip dari Stockbit, Rabu, 2 Oktober 2024 pukul 13:00 WIB, sektor energi terpantau menghijau dengan +0,57 persen.
Sejumlah emiten mengalami pertumbuhan seperti:
Sebelumnya diberitakan, mayoritas harga batu bara mengalami penguatan pada pekan lalu didorong oleh kabar dari China yang memperkuat upaya untuk memacu kembali pertumbuhan ekonomi mereka.
Harga batu bara Newcastle untuk September 2024 justru turun tipis sebesar USD0,15 menjadi USD139,65 per ton. Namun, untuk kontrak Oktober 2024, harga naik USD0,55 menjadi USD143,45 per ton, dan untuk November 2024 meningkat USD 0,6 menjadi USD145 per ton.
Sementara itu, harga batu bara Rotterdam untuk kontrak September 2024 tidak bergerak, tetap di USD114,95 per ton. Namun, untuk kontrak Oktober 2024, ada kenaikan USD0,75 menjadi USD 116,5 per ton, dan pada November 2024, harganya naik signifikan USD1,1 menjadi USD117,35 per ton.
Kenaikan ini disebabkan oleh langkah pemerintah China, yang meningkatkan upaya untuk memacu kembali pertumbuhan ekonominya. Langkah tersebut termasuk mendukung belanja fiskal dan menstabilkan sektor properti yang sedang terpuruk, memberikan momentum baru pada berbagai langkah stimulus yang bertujuan menahan perlambatan ekonomi di China.
Pertemuan Presiden Xi Jinping bersama anggota Politbiro, yang berjumlah 24 orang, berakhir dengan janji untuk mencapai target ekonomi tahunan negara tersebut. Janji ini muncul setelah harga rumah baru di China mengalami penurunan terbesar sejak 2014, sebagaimana dilaporkan oleh Kantor Berita Xinhua.
Stimulus dari Bank Sentral China (PBoC) berupa kebijakan pelonggaran moneter serta serangkaian langkah stimulus baru lainnya menjadi kabar positif bagi batu bara. China, yang merupakan konsumen batu bara terbesar di dunia, diharapkan terus menopang permintaan terhadap komoditas ini.
Namun, penguatan harga batu bara terhambat oleh kebijakan dari India, yang merupakan konsumen batu bara terbesar kedua di dunia. Kementerian Batu Bara India mendukung pembatasan kuantitatif (QR) atas impor kokas metalurgi rendah abu, yang bertujuan melindungi industri batu bara domestik dan meningkatkan kemandirian produksi produk batu bara berkualitas tinggi di negara tersebut.
Tren Menanjak
Tren harga batu bara terus meningkat selama seminggu terakhir. Penguatan ini didorong oleh sentimen pelonggaran kebijakan moneter di berbagai negara, terutama di China.
Penguatan harga batu bara ini sejalan dengan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter secara global. Bahkan, The Fed diperkirakan akan kembali memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin untuk kedua kalinya berturut-turut, dengan kemungkinan mencapai 61 persen, menurut data dari CME FedWatch.
China juga mengikuti langkah-langkah negara besar lainnya dalam melonggarkan kebijakan moneter guna menghadapi perlambatan ekonomi. Bank Rakyat China (PBoC) telah mengumumkan serangkaian stimulus untuk menopang perekonomian yang mulai melambat. Salah satu langkahnya adalah rencana pemotongan rasio cadangan (reserve requirement ratio/RRR) sebesar 50 basis poin, meski waktu realisasinya belum ditentukan.(*)