KABARBURSA.COM - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berharap PT Kimia Farma Tbk memilih solusi terbaik terkait rencana menutup lima pabrik obatnya dalam beberapa tahun ke depan.
Staf Khusus III Menteri BUMN, Arya Sinulingga, menyatakan bahwa penutupan ini terpaksa dilakukan oleh perusahaan karena kapasitas produksi yang rendah, yang dianggap tidak efektif untuk dilanjutkan.
Arya menekankan bahwa keputusan ini harus menghasilkan solusi yang menguntungkan bagi Kimia Farma dan karyawannya. Ia menggambarkan situasi ini dengan analogi, “Misalnya, kamu punya rentalan mobil ada 10, yang laku cuma lima, dibiarin aja atau dijual? Kalau tetap jalan kan operasionalnya juga tetap jalan, padahal enggak disewakan, sesederhana itu.”
Kementerian BUMN membuka opsi untuk menutup atau menjual pabrik tersebut, meskipun keputusan akhir belum diambil. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), PT Kimia Farma Tbk menyatakan komitmennya untuk memperbaiki operasional dan mencapai profitabilitas serta pertumbuhan berkelanjutan.
Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko KAEF, Lina Sari, mengidentifikasi empat isu utama yang menjadi tantangan bagi perusahaan: komersialisasi yang belum optimal, rasionalisasi pabrik, portofolio produk yang belum optimal, dan dugaan pelanggaran integritas penyediaan data keuangan di anak usaha, Kimia Farma Apotek (KFA).
Lina menjelaskan bahwa perusahaan telah mengambil langkah strategis untuk mengatasi tantangan ini dengan harapan dapat membukukan kinerja yang lebih baik pada tahun 2024 dan seterusnya. Transformasi perusahaan dilakukan bersama dengan Project Management Office (PMO) Restrukturisasi Keuangan dan Reorientasi Bisnis yang dibentuk oleh Kementerian BUMN.
Strategi penguatan operasional ini mencakup rasionalisasi fasilitas produksi dari 10 menjadi 5 pabrik, penataan portofolio produk, serta penguatan marketing dan sales. Ini diharapkan dapat meningkatkan utilitas pabrik dan efisiensi operasional Kimia Farma.
Badan usaha farmasi milik negara, PT Kimia Farma Tbk (KAEF), mencatat pertumbuhan penjualan dua digit pada kuartal I 2024. Perusahaan yang bergerak di sektor kesehatan dari hulu ke hilir ini berhasil mencatatkan prestasi tersebut meskipun menghadapi berbagai tantangan dalam efisiensi biaya operasional.
Penjualan KAEF mencapai Rp2,54 triliun pada Januari-Maret 2024, naik 10,08 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu Rp2,30 triliun. Kinerja positif ini tercermin dalam Laporan Keuangan (LK) Perseroan untuk triwulan I 2024, yang baru saja dirilis dan disampaikan kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI).
Namun, beban pokok penjualan (HPP) dan beban usaha masing-masing meningkat sebesar 18,67 persen dan 3,04 persen dibandingkan triwulan yang sama tahun lalu. Kenaikan ini disebabkan oleh proses penataan portofolio produk dan efisiensi yang masih berlangsung sebagai bagian dari strategi pembenahan fundamental bisnis Perseroan.
Direktur Utama KAEF Djagad Prakasa Dwialam menegaskan bahwa kinerja penjualan yang tumbuh hingga di atas 10 persen pada Januari-Maret 2024 menjadi awal yang baik bagi perseroan. Namun, Djagad yang sebelumnya menjadi direktur utama anak perusahaan KAEF, PT Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD), juga memahami bahwa perseroan masih menghadapi tantangan besar yaitu perlunya penguatan pada portofolio produk yang bermargin tinggi.
Selain itu tantangan terbesar lain KAEF adalah beban keuangan. Perusahaan mengambil berbagai langkah strategis untuk efisiensi dan restrukturisasi keuangan agar bisa menurunkan beban usaha dan beban bunga.
“Kami optimistis tren positif pada kuartal I 2024 ini akan berlanjut hingga akhir tahun ini. Kami terus melakukan efisiensi terutama di segmen manufaktur sehingga bisa menurunkan beban usaha. Kami juga akan memperkuat portofolio produk untuk menurunkan beban pokok penjualan,” ujarnya.
Dia menilai pimpinan sebelumnya telah membentuk baseline atau titik awal yang bagus sehingga bisa mengetahui tantangan utama yang dihadapi KAEF. “Pak David Utama serta jajaran Direksi sebelumnya telah membangun pondasi dan baseline yang bagus sehingga KAEF sudah berada di jalur yang tepat untuk menuju profitabilitas, tentu dengan melakukan pembenahan menyeluruh dari hulu sampai hilir,” tutur Djagad.
Fokus efisiensi di hulu, yaitu menyangkut fasilitas-fasilitas produksi yang dimiliki serta penguatan portofolio produk. Sementara untuk segmen hilir/ritel adalah dengan optimalisasi kelengkapan produk di seluruh outlet, penguatan portofolio produk, serta meningkatkan kualitas pelayanan sehingga KAEF menjadi pilihan utama bagi pelanggan yang memerlukan obat atau layanan kesehatan.
KAEF memiliki beberapa lini bisnis, yaitu segmen manufaktur, perdagangan dan distribusi, ritel, dan segmen bisnis lainnya. Di segmen manufaktur memiliki 10 pabrik. Di segmen perdagangan dan distribusi memiliki 48 distributor, sedangkan di lini ritel memiliki 1.217 apotek, 367 klinik, dan lebih dari 300 laboratorium medis yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Djagad menambahkan bahwa selama ini Kimia Farma memiliki peran dalam penyediaan obat yang berkualitas serta keterjangkauan pelayanan kesehatan sebagai upaya menjaga ketahanan kesehatan nasional. “Kimia Farma berperan aktif dalam menjaga ketahanan obat nasional dalam hal distribusi obat dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang berkualitas di Indonesia,” pungkasnya.
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.