KABARBURSA.COM - Wall Street kembali bergejolak pada perdagangan Jumat waktu setempat atau Sabtu dini hari WIB seiring munculnya laporan yang menunjukkan konsumen AS mulai bersiap menghadapi inflasi yang lebih tinggi. Ditambah lagi, data ketenagakerjaan AS memberi sinyal yang campur aduk, membuat investor semakin bimbang.
Dilansir dari AP di Jakarta, Sabtu, 8 Februari 2025, Indeks S&P 500 terpantau melemah 0,5 persen pada pukul 13:31 waktu setempat, meski masih berpeluang mencetak kenaikan tipis untuk pekan ini. Dow Jones Industrial Average turun 280 poin atau 0,6 persen, sementara Nasdaq memimpin pelemahan dengan koreksi 0,9 persen. Saham Amazon ikut menyeret indeks setelah laporan keuangan terbarunya tak sepenuhnya memuaskan pasar.
Tak hanya di pasar saham, pergerakan di pasar obligasi juga menunjukkan tren serupa. Imbal hasil obligasi pemerintah AS naik setelah laporan dari University of Michigan menyebutkan konsumen AS memperkirakan inflasi tahun depan mencapai 4,3 persen, tertinggi sejak 2023. Ini lebih tinggi satu persen dari proyeksi bulan lalu dan merupakan kenaikan besar dua bulan berturut-turut.
Sejumlah ekonom menduga lonjakan ekspektasi inflasi ini berkaitan dengan rencana Presiden Donald Trump yang ingin menerapkan tarif impor lebih luas. Jika kebijakan tersebut benar-benar diberlakukan, harga barang di AS bisa ikut melonjak.
Laporan lain dari sektor ketenagakerjaan juga tak kalah menarik perhatian. Meskipun angka perekrutan tenaga kerja pada Januari hanya separuh dari jumlah di Desember, ada beberapa hal positif bagi pekerja. Tingkat pengangguran menurun, dan kenaikan upah rata-rata lebih tinggi dari perkiraan para ekonom.
Semua data ini membuat The Fed diperkirakan akan tetap bertahan dengan kebijakan suku bunga saat ini. Sejak September lalu, bank sentral AS mulai memangkas suku bunga untuk meredakan tekanan pada ekonomi dan pasar tenaga kerja. Namun, menjelang akhir 2024, The Fed sempat mengindikasikan bakal memangkas suku bunga lebih sedikit di 2025, mengingat inflasi yang masih membandel.
Bagi investor di Wall Street, kebijakan suku bunga The Fed adalah salah satu faktor paling krusial. Suku bunga yang lebih rendah memang bisa membuat harga saham naik karena biaya pinjaman lebih murah. Tapi di sisi lain, ini juga bisa memicu inflasi yang lebih tinggi.
Analis pasar global senior di Wells Fargo Investment Institute, Scott Wren, menilai laporan ketenagakerjaan ini tidak mengubah pandangannya bahwa The Fed hanya akan memangkas suku bunga sekali saja di 2025. Ini lebih konservatif dibandingkan sebagian besar pelaku pasar, yang memperkirakan ada dua kali pemangkasan. Data dari CME Group menunjukkan peluang pemangkasan dua kali sekitar 45 persen, tapi ada juga yang bertaruh tidak akan ada pemangkasan sama sekali.
Wren memperkirakan ketidakpastian masih akan terus menyelimuti pasar dalam waktu dekat, bukan hanya karena kebijakan suku bunga, tapi juga rencana tarif dagang Trump yang bisa berdampak ke ekonomi global.
Awal pekan ini, pasar keuangan sempat terguncang oleh kekhawatiran perang dagang baru yang berpotensi menghukum perekonomian dunia. Namun, ketegangan sedikit mereda setelah Trump memberikan penundaan 30 hari untuk tarif impor dari Meksiko dan Kanada. Meski begitu, Eropa bisa jadi target berikutnya, yang jika benar terjadi, dapat semakin membebani investasi global.
Sementara itu, laporan keuangan emiten raksasa AS masih menjadi sorotan. Amazon, misalnya, meskipun berhasil mencatatkan laba lebih tinggi dari perkiraan analis untuk akhir 2024, sahamnya tetap turun 3,6 persen. Investor lebih fokus pada proyeksi pendapatan perusahaan ke depan, yang ternyata lebih rendah dari ekspektasi.
Di sektor properti, saham perusahaan konstruksi seperti D.R. Horton dan Lennar anjlok masing-masing 5,2 persen dan 4,1 persen. Pasalnya, jika The Fed tak memangkas suku bunga lebih banyak, maka suku bunga kredit perumahan masih akan tetap tinggi.
Di sisi lain, ada juga yang mencetak keuntungan besar di Wall Street. Saham Expedia Group melonjak 14,6 persen setelah melaporkan laba kuartalan yang lebih baik dari perkiraan. CEO Expedia, Ariane Gorin, mengatakan permintaan perjalanan pada kuartal terakhir cukup kuat. Selain itu, perusahaan juga mengumumkan bakal kembali membagikan dividen setelah sempat menghentikannya sejak 2020 akibat pandemi COVID-19.
Perusahaan gim Take-Two Interactive Software juga mencatatkan kenaikan saham sebesar 15,1 persen setelah melaporkan laba yang melampaui ekspektasi. CEO Strauss Zelnick menyebut keberhasilan gim NBA 2K menjadi salah satu faktor utama. Selain itu, perusahaan memastikan bahwa seri terbaru Grand Theft Auto tetap akan dirilis pada musim gugur nanti, menepis kekhawatiran tentang kemungkinan penundaan.(*)