KABARBURSA.COM - Lapangan kerja di Amerika Serikat (AS) mulai kehilangan momentum pada Januari setelah dua bulan sebelumnya mengalami lonjakan. Meski begitu, tingkat pengangguran yang bertahan di angka 4,0 persen tampaknya bakal jadi alasan bagi The Federal Reserve atau The Fed untuk menunda pemangkasan suku bunga, setidaknya hingga pertengahan tahun.
Dilansir dari Reuters di Jakarta, Sabtu, 8 Desember 2025, data dari Departemen Tenaga Kerja AS yang dirilis Jumat lalu menunjukkan upah rata-rata per jam meningkat paling tinggi dalam lima bulan terakhir. Ini jadi pertanda daya beli masyarakat masih cukup kuat yang bisa menopang pertumbuhan ekonomi dalam beberapa bulan ke depan.
Namun, ada kekhawatiran kebijakan imigrasi yang lebih ketat dan tarif impor tinggi yang tengah digenjot oleh Presiden Donald Trump dapat memperlambat pasar tenaga kerja dan perekonomian dalam jangka menengah. Trump memang menangguhkan tarif 25 persen untuk barang dari Kanada dan Meksiko hingga bulan depan, tapi ketidakpastian kebijakan ini bisa membuat dunia usaha menunda ekspansi yang akhirnya berdampak pada perlambatan rekrutmen karyawan.
Di sisi lain, hasil survei dari Universitas Michigan menunjukkan kekhawatiran konsumen terhadap harga barang yang lebih mahal akibat tarif ini telah mendorong ekspektasi inflasi ke level tertinggi dalam lebih dari setahun. Hal ini bisa jadi sinyal peringatan bagi The Fed untuk tidak buru-buru memangkas suku bunga.
Berdasarkan laporan dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS), sektor non-pertanian hanya menambah 143.000 pekerjaan baru bulan lalu. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan revisi kenaikan 307.000 pekerjaan pada Desember yang menjadi lonjakan terbesar dalam dua tahun terakhir.
Ekonom yang disurvei Reuters sebelumnya memperkirakan pertumbuhan lapangan kerja mencapai 170.000, dengan rentang prediksi antara 60.000 hingga 250.000 pekerjaan baru. Dengan kata lain, angka aktual ini lebih lemah dari ekspektasi pasar.
BLS juga mencatat kebakaran hutan di California Selatan serta cuaca dingin ekstrem di beberapa wilayah AS tidak berdampak signifikan terhadap angka payrolls secara keseluruhan. Namun, survei rumah tangga menunjukkan sekitar 573.000 orang tidak bisa bekerja akibat cuaca buruk, yang merupakan angka tertinggi untuk bulan Januari sejak 2011.
Sektor restoran dan bar mencatat penurunan 15.700 posisi pekerjaan, yang kemungkinan besar terdampak kebakaran di Los Angeles dan cuaca ekstrem. Sementara itu, jam kerja mingguan rata-rata pekerja di AS juga sedikit turun, dari 34,2 jam pada Desember menjadi 34,1 jam.
Dari sektor industri, layanan kesehatan masih jadi bintang utama dengan menambah 44.000 pekerjaan, tersebar di rumah sakit, fasilitas perawatan lansia, serta layanan kesehatan rumahan. Ritel juga mengalami pertumbuhan, dengan tambahan 34.000 pekerjaan, terutama di toko-toko serba ada.
Sementara itu, sektor bantuan sosial menambah 22.000 pekerjaan, sedangkan sektor pemerintahan mencatat kenaikan 32.000 posisi, dengan 9.000 di antaranya berada di level federal. Meski begitu, kebijakan pemerintahan baru yang ingin memangkas jumlah pegawai negeri diprediksi akan memperlambat momentum ini dalam beberapa bulan ke depan.
Secara keseluruhan, pertumbuhan pekerjaan masih terkonsentrasi di sektor berupah rendah. Sektor konstruksi, manufaktur, perdagangan grosir, transportasi dan pergudangan, informasi, layanan keuangan, serta jasa profesional dan bisnis hampir tidak mengalami perubahan signifikan.
Tingkat industri yang melaporkan pertumbuhan tenaga kerja turun dari 57,2 persen pada Desember menjadi 55,0 persen bulan lalu. Ini jadi sinyal pasar tenaga kerja AS memang mulai kehabisan bensin setelah ekspansi besar-besaran di akhir tahun lalu.
Jika kondisi ini berlanjut, The Fed mungkin akan mempertimbangkan kembali kebijakan moneternya. Namun, dengan masih kuatnya daya beli masyarakat dan ketidakpastian inflasi akibat tarif dagang, pasar sepertinya harus bersiap menunggu lebih lama sebelum bisa berharap suku bunga turun.
The Federal Reserve masih enggan buru-buru memangkas suku bunga, sementara pasar keuangan AS terus berfluktuasi. Meskipun data ketenagakerjaan menunjukkan perlambatan, The Fed memilih menahan kebijakan moneternya sembari mengevaluasi dampak kebijakan fiskal pemerintahan Trump, termasuk pemangkasan pajak yang dikhawatirkan bisa memicu inflasi.
Kepala Ekonom Internasional ING, James Knightley, mengungkapkan idealnya pertumbuhan lapangan kerja didorong oleh sektor teknologi, konstruksi, layanan bisnis, transportasi dan logistik, serta manufaktur—motor utama ekonomi AS. “Tapi ya, kita tidak bisa mendapatkan semuanya,” katanya.
Keputusan The Fed untuk menahan suku bunga membuat imbal hasil obligasi AS naik, sementara pasar saham justru turun. Di sisi lain, dolar menguat terhadap mata uang lainnya.
Bulan lalu, The Fed tetap mempertahankan suku bunga acuannya di kisaran 4,25 persen hingga 4,50 persen. Sebelumnya, sejak September tahun lalu, The Fed telah memangkas suku bunga sebesar 100 basis poin sebagai bagian dari siklus pelonggaran kebijakan. Namun, jika melihat ke belakang, suku bunga ini pernah melonjak hingga 5,25 persen pada 2022 dan 2023 untuk menjinakkan inflasi.
Pasar keuangan saat ini memproyeksikan kemungkinan pemangkasan suku bunga baru akan terjadi pada Juni. Namun, keputusan ini tetap bergantung pada dinamika ekonomi dalam beberapa bulan ke depan, termasuk perkembangan ketenagakerjaan dan inflasi.
Laporan ketenagakerjaan terbaru juga mencakup revisi tahunan pada data payroll serta penyesuaian populasi dalam survei rumah tangga. Salah satu revisi terbesar terjadi pada data payroll di era pemerintahan Biden.
Berdasarkan revisi final, jumlah pekerjaan yang tercipta dalam 12 bulan hingga Maret tahun lalu ternyata lebih rendah 598.000 dari estimasi awal. Meski demikian, angka ini masih lebih baik dibandingkan revisi yang sempat diprediksi Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS) pada Agustus lalu, yang memperkirakan pengurangan 818.000 pekerjaan.(*)