KABARBURSA.COM - Bursa Efek Indonesia (BEI) bakal meluncurkan sejumlah instrumen keuangan baru, yakni short selling dan intraday short selling.
Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik mengatakan, tujuan peluncuran instrumen ini adalah untuk membantu para investor di tengah kondisi pasar yang penuh ketidakpastian.
"Produk ini diharapkan dapat memberikan lebih banyak opsi strategi bagi investor, terutama saat pasar mengalami fluktuasi tinggi dalam waktu singkat," ujarnya di Jakarta, Kamis, 6 Februari 2025.
Jeffrey menuturkan, proses finalisasi izin bagi anggota bursa yang akan menyediakan layanan short selling masih berlangsung. Dia menjelaskan BEI menargetkan instrumen ini akan diluncurkan dalam waktu dekat, yakni sekitar Maret atau awal kuartal kedua tahun ini.
"Dengan adanya strategi baru ini, investor diharapkan dapat lebih optimal dalam mengelola portofolio mereka di tengah kondisi pasar yang dinamis dan penuh tantangan," jelasnya.
Ambil Langkah Antisipasi
Sebelumnya, BEI menyarankan para investor mengambil sejumlah langkah antisipasi di tengah ketidakpastian global yang melanda.
Jeffrey mengatakan faktor utama yang menyebabkan kondisi ketidakpastian tersebut adalah kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat terhadap China, hingga dinamika ekonomi ke negara Meksiko dan Kanada.
“Kebijakan yang telah diumumkan namun kemudian ditunda menciptakan ketidakpastian yang semakin besar bagi pasar global,” ujar Jeffrey di Jakarta, Kamis, 6 Februari 2025.
Jeffrey bilang, dampak dari kondisi tersebut tidak hanya terasa di negara-negara besar, tetapi juga mempengaruhi stabilitas ekonomi di Indonesia. Menurutnya, ketidakpastian di pasar global ikut memberi efek terhadap tukar mata uang, kebijakan perdagangan, dan rantai pasok global.
“Perubahan konstelasi ekonomi ini memberikan tantangan tersendiri bagi pelaku bisnis di Indonesia,” katanya.
Dengan adanya ketidakpastian ini, Jeffrey mengimbau agar para investor lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi, terutama dalam menghadapi kemungkinan fluktuasi yang lebih besar di pasar keuangan domestik.
Salah satu langkah yang dapat dilakukan oleh investor adalah mengantisipasi dampak dari ketidakpastian global. Meskipun sulit untuk memperkirakan bagaimana kondisi ini akan berkembang, menurut Jeffrey, investor berpengalaman dapat belajar dari periode ketidakpastian sebelumnya.
“Analisis terhadap kebijakan pemerintah, reaksi negara lain, serta tren historis dapat menjadi panduan dalam mengambil keputusan investasi yang lebih matang,” jelasnya.
Aturan Baru Pengembangan dan Penguatan Investasi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menerbitkan Peraturan OJK atau POJK Nomor 33 Tahun 2024 yang mengatur pengembangan dan penguatan pengelolaan investasi di pasar modal.
Regulasi ini dirancang untuk memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan, khususnya dalam aspek tata kelola investasi di pasar modal.
Dalam pernyataan resminya, OJK menjelaskan POJK ini merupakan tindak lanjut dari Pasal 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, yang telah mengalami perubahan melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan. Peraturan ini bertujuan untuk memperkuat regulasi dalam pengelolaan investasi di pasar modal.
POJK ini mencakup dua substansi utama. Pertama, mengenai persyaratan reksa dana dalam menerima maupun memberikan pinjaman. Kedua, perihal dengan ketentuan dan batasan investasi reksa dana dalam membeli saham reksa dana berbentuk perseroan atau unit penyertaan reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif lainnya.
“POJK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan yakni sejak tanggal 23 Desember 2024,” tulis OJK dalam keterangannya di Jakarta dikutip, Sabtu, 1 Februari 2025.
Pada saat POJK ini mulai berlaku, maka Pasal 6 ayat (1) huruf p dan huruf q Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23/POJK.04/2016 tentang reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif. “Pasal 3 huruf m Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 32/POJK.04/2017 tentang pedoman kontrak pengelolaan reksa dana berbentuk perseroan,” tulis OJK.
Kemudian yang terakhir, pasal 15 huruf m Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33/POJK.04/2017 tentang pedoman pengelolaan reksa dana berbentuk perseroan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pertumbuhan Pasar Modal Indonesia
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa, Irvan Susandy, mengatakan perkembangan pasar modal di Indonesia dinilai pertumbuhannya cukup optimis di tengah tantangan ekonomi global dan dinamika preferensi investor saat ini.
“Tahun ini sangat menantang, tetapi kami tetap optimistis bahwa pasar modal Indonesia akan terus berkembang. Memang ada perubahan tren, seperti popularitas crypto yang saat ini lebih menarik dibanding saham, tetapi ini semua ada masanya. Dua tahun lalu, saham lebih baik daripada crypto,” kata Irvan di kantor Bursa Efek Indonesia, Jakarta pada Senin, 20 Januari 2025.
Irvan mengatakan literasi dan edukasi masyarakat memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan investasi di pasar modal. Selain itu, diversifikasi portofolio juga menjadi strategi yang perlu dipertimbangkan oleh investor agar dapat mengelola risiko dengan lebih baik.
Menurutnya, investor selalu memperhitungkan diversifikasi, mengingat popularitas instrumen investasi seperti kripto dan saham akan mengalami fluktuasi seiring dengan perkembangan ekonomi serta sentimen pasar.
Mengenai pergerakan investor asing, Irvan menyoroti kebijakan ekonomi global akan memberikan dampak signifikan karena adanya keputusan dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenai tarif impor perdagangan. Ia menyebut pelaku pasar masih menunggu arah kebijakan ekonomi Trump dalam beberapa bulan ke depan. Pasalnya, ini baru akan terlihat dampaknya terhadap pasar global pada kuartal pertama atau kedua tahun ini.
Sementara itu, kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menurunkan suku bunga acuan dipandang sebagai sinyal positif yang berpotensi meningkatkan aktivitas di pasar modal domestik.
“Transaksi sudah menunjukkan peningkatan setelah BI menurunkan suku bunga. Namun, kita masih perlu melihat data lebih jauh mengenai pergerakan investor asing pasca kebijakan tersebut,” katanya.
Pasar modal Indonesia, kata Irvan, diharapkan mampu menunjukkan pertumbuhan dan daya saing di tengah persaingan global dengan dukungan semua pemangku kepentingan, termasuk regulator, emiten, dan investor. Pihaknya pun berkeyakinan kondisi pasar akan membaik. “Kita perlu terus menjaga momentum ini dengan kebijakan yang mendukung dan meningkatkan kepercayaan investor,” katanya.
BI sebelumnya menurunkan suku bunga acuan atau BI Rate menjadi 5,75 persen. Keputusan ini diumumkan oleh Gubernur BI Perry Warjiyo, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 14-15 Januari 2025 lalu.
Penurunan sebesar 25 basis poin ini, menurut Perry, sejalan dengan upaya memastikan inflasi tetap terkendali sesuai target dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam pengumumannya, BI juga menyesuaikan suku bunga untuk fasilitas perbankan lainnya.
Suku bunga Deposit Facility diturunkan menjadi 5,00 persen, sementara Lending Facility kini berada di level 6,50 persen. Langkah ini diambil sebagai bentuk konsistensi kebijakan moneter yang bertujuan menjaga inflasi di sasaran 2,5±1 persen pada tahun 2025 dan 2026. (*)