KABARBURSA.COM - PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), sebagai perusahaan konglomerat besar yang beroperasi di sejumlah sektor bisnis di Indonesia, tengah menjadi sorotan terkait dengan kemungkinan rencana IPO (Initial Public Offering) dua entitas usahanya, yaitu Superbank dan Vidio.
Menanggapi berbagai spekulasi yang beredar, Head Corporate Communication EMTK Beverly Gunawan, mengonfirmasi bahwa mereka menghormati kebijakan Superbank yang memutuskan untuk tidak memberikan komentar lebih lanjut terkait rumor tersebut. Meski demikian, EMTK tetap mendukung upaya Superbank dalam menyediakan solusi keuangan inovatif serta mendukung pertumbuhan inklusif di sektor keuangan Indonesia.
Sementara itu, mengenai Vidio, platform OTT yang dimiliki oleh EMTK, Beverly Gunawan menambahkan bahwa Vidio telah menunjukkan pertumbuhan yang solid, dengan posisi terdepan di pasar Indonesia.
Berdasarkan laporan AMPD Southeast Asia Online Video kuartal III 2024, Vidio tercatat sebagai platform OTT nomor satu di Indonesia dengan jumlah pelanggan berbayar yang melampaui 4,5 juta. Catatan ini merupakan suatu pencapaian yang tidak dimiliki platform OTT lainnya.
Walau begitu, meskipun rencana IPO Vidio telah dibahas sebelumnya oleh CEO Vidio Sutanto Hartono, langkah ini masih menunggu momentum yang tepat untuk mencapai hasil yang optimal.
Berdasarkan pandangan para ahli, potensi IPO dari kedua entitas ini dianggap dapat menjadi katalis positif bagi kinerja EMTK secara keseluruhan. Fath Aliansyah, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas, menekankan pentingnya waktu pelaksanaan dan kinerja perusahaan yang menjadi basis pertimbangan aksi korporasi tersebut. Terutama bila perkembangan kinerja Superbank dan Vidio dapat memberi dampak positif, yang berpotensi mendorong kenaikan nilai wajar EMTK di pasar.
Begitu pula dengan analis dari Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer, yang juga melihat peluang positif dari aksi korporasi ini, terutama bagi EMTK dan anak perusahaannya, PT Surya Citra Media Tbk. (SCMA).
Dari sisi kinerja keuangan, EMTK menunjukkan tanda-tanda perbaikan yang signifikan. Perusahaan ini mencatatkan peningkatan pendapatan bersih sebesar 28,9 persen, mencapai Rp8,72 triliun hingga kuartal III 2024, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp6,76 triliun.
Yang lebih mengesankan adalah laba bersih EMTK yang tercatat sebesar Rp442,7 miliar, berbalik arah dari kerugian bersih yang tercatat sebesar Rp162,1 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Hasil ini mencerminkan momentum yang kuat dalam bisnis yang dijalankan oleh EMTK dan menambah optimisme terhadap prospek perusahaan ke depan.
Seiring dengan potensi pertumbuhan dan rencana ekspansi yang terus berjalan, baik dari Superbank maupun Vidio, saham EMTK dan prospek korporasinya kemungkinan akan semakin mendapat perhatian di pasar. Jika IPO ini benar-benar terwujud pada waktu yang tepat, maka bisa menjadi titik balik penting bagi EMTK untuk memperkokoh posisinya sebagai salah satu konglomerat terkemuka di Indonesia.
Vidio menjadi salah satu pendorong utama kesuksesan SCMA atau Surya Cipta Media Tbk. Layanan streaming over-the-top (OTT) milik SCMA ini mencatatkan laba bersih sebesar Rp509 miliar. Vidio menunjukkan daya tarik kuat di pasar Indonesia meskipun pasar OTT lokal masih sangat kompetitif.
Vidio sendiri memiliki pangsa pasar sekitar 24 persen di Indonesia, meskipun belum mampu mengalahkan pemain global seperti Netflix. Meskipun demikian, pencapaian Vidio di pasar domestik menjadi faktor penting bagi valuasi SCMA, karena saat ini SCMA menjadi pemegang saham pengendali dengan kepemilikan 79,37 persen.
Potensi Vidio yang terus berkembang memberikan prospek yang positif, terutama bila mengingat bahwa perusahaan ini masih berada dalam fase ekspansi.
Peningkatan kontribusi Vidio terhadap kinerja keuangan SCMA juga mencerminkan strategi jangka panjang SCMA dalam mendiversifikasi portofolio bisnis mereka, terutama dengan mencatatkan kekuatan pada platform OTT yang terus mengalami pertumbuhan. Christoper, analis yang memberikan pandangan positif terhadap kinerja SCMA, juga menyampaikan keyakinannya bahwa IPO Vidio di masa mendatang bisa mengangkat valuasi SCMA lebih jauh.
Prediksi tersebut didukung oleh prospek pertumbuhan Vidio yang semakin baik, terutama jika platform ini semakin kuat dalam menarik audiens lokal maupun internasional.
Berbagai inisiatif Vidio untuk terus bersaing di pasar OTT Indonesia juga patut diacungi jempol. Dengan kekuatan konten lokal yang kuat, Vidio semakin memperlihatkan kemampuannya dalam beradaptasi dengan preferensi audiens yang semakin beragam.
Tidak hanya itu, seiring berkembangnya teknologi streaming dan tren konsumsi media digital yang terus meningkat, Vidio diyakini dapat memperkuat posisinya sebagai salah satu pemain dominan di pasar OTT lokal.
Dengan kinerja positif yang telah tercatat, jika di masa depan Vidio melaksanakan IPO, pasar diperkirakan akan memperhitungkan potensi besar dari layanan OTT ini, yang diyakini akan semakin menambah nilai bagi SCMA dan menguntungkan bagi para pemegang saham perusahaan.
Dengan demikian, meskipun Vidio saat ini masih berkompetisi di bawah nama besar seperti Netflix, prospeknya di pasar OTT domestik tetap menjanjikan. Sebagai bagian dari Emtek Group yang memiliki posisi kuat, Vidio terus menunjukkan dinamisme dalam menghadapi persaingan ketat, dan dengan langkah-langkah strategis yang tepat, masa depan SCMA semakin cerah.
Superbank, bank digital yang sebelumnya dikenal dengan nama PT Bank Fama International, sedang mempertimbangkan untuk melaksanakan pencatatan saham perdananya atau Initial Public Offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dengan ambisi untuk meraih dana penjualan saham yang potensial antara USD200 juta hingga USD300 juta, setara dengan Rp3,25 triliun hingga Rp4,88 triliun (berdasarkan kurs Rp16.270 per dolar AS), Superbank memiliki harapan besar terhadap langkah IPO ini. Valuasi yang ditargetkan untuk IPO ini berkisar antara USD1,5 miliar hingga USD2 miliar, yang mencerminkan optimisme atas potensi masa depan bank digital ini.
Keinginan untuk memasuki pasar saham tidak terlepas dari tren positif di sektor perbankan digital Tanah Air. Pada tahun 2022, beberapa aksi korporasi di sektor perbankan menarik perhatian pasar, dengan sejumlah bank tradisional yang kemudian bertransformasi menjadi bank digital.
Salah satu contoh yang mencolok adalah Bank Jago, yang merupakan hasil akuisisi oleh konglomerat Jerry Ng terhadap PT Bank Artos Indonesia Tbk. (ARTO), serta Allo Bank, yang terbentuk setelah konglomerat Chairul Tanjung mengakuisisi PT Bank Harda Internasional Tbk. (BBHI). Keberhasilan bank-bank digital ini memberi gambaran potensi besar bagi Superbank dalam mengikuti jejak yang serupa.
Superbank sendiri berada dalam posisi yang sangat strategis, didukung oleh sejumlah pemain besar dari industri digital. Saat ini, entitas Emtek menguasai saham terbesar dengan porsi 31,27 persen, diikuti oleh Singtel Alpha Investments Pte. Ltd. yang memiliki 20,56 persen, serta Grab yang memiliki 19,26 persen melalui PT Kudo Teknologi Indonesia.
Selain itu, KakaoBank Corp dari Korea Selatan turut memiliki saham sebesar 10 persen di Superbank. Masuknya pemain-pemain besar ini memperkuat posisi Superbank sebagai bank digital yang mempunyai potensi kuat untuk berkembang.
Meski demikian, tantangan besar masih dihadapi Superbank. Hingga kuartal III/2024, bank ini mencatatkan rugi bersih sebesar Rp285,74 miliar, sebuah angka yang mengalami peningkatan kerugian 12,17 persen secara tahunan dibandingkan tahun sebelumnya.
Meskipun berada dalam fase kerugian, pencapaian lain seperti pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang mencapai Rp3,2 triliun—tercatat tumbuh pesat hingga 328 persen yoy—menjadi indikator positif bagi perkembangan Superbank. Begitu pula dengan penyaluran kredit yang mencapai Rp4,9 triliun dan tumbuh 189 persen yoy.
Data ini menunjukkan bahwa meskipun Superbank masih mengalami kerugian, bank ini mampu menunjukkan pertumbuhan yang signifikan di sisi pembiayaan dan pengumpulan dana.
Peningkatan yang substansial dalam total aset, yang melonjak 77 persen yoy menjadi Rp9,7 triliun, turut memperkuat pandangan positif terhadap Superbank. Walau masa transisi menuju profitabilitas masih panjang, keberhasilan dalam meningkatkan total aset dan penyaluran kredit bisa jadi sinyal positif bagi investor.
Pertumbuhan yang terjadi pada aspek-aspek tersebut mencerminkan bahwa Superbank tengah mengembangkan pondasi yang kuat untuk menghadapi masa depan, terlebih dengan adanya rencana IPO yang bisa mempercepat ekspansi bisnis mereka.
Ke depan, jika IPO Superbank terealisasi dan berjalan sukses, bank ini berpotensi memperbaiki posisi keuangannya secara lebih cepat, didorong oleh dana segar yang masuk dan meningkatnya minat investor terhadap sektor perbankan digital.
Dengan dukungan para pemegang saham strategis yang memiliki visi besar terhadap masa depan industri ini, Superbank memiliki peluang besar untuk tumbuh lebih pesat di pasar yang tengah berkembang.(*)