Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Investasi Hijau Terkendala Regulasi, Butuh Kepastian dari Pemerintah

Rubrik: Ekonomi Hijau | Diterbitkan: 01 November 2024 | Penulis: Dian Finka | Editor: Redaksi
Investasi Hijau Terkendala Regulasi, Butuh Kepastian dari Pemerintah

KABARBURSA.COM - Upaya Indonesia menuju ekonomi hijau perlu pengaturan yang lebih matang dan roadmap yang terstruktur agar benar-benar bisa mencapai target emisi karbon.

Peneliti dari Alpha Research Database, Ferdy Hasiman, menilai bahwa pemerintah harus memperjelas peta jalan (roadmap) ekonomi hijau agar tujuan ambisius ini dapat terealisasi secara nyata dan tidak hanya menjadi wacana semata.

“Kalau serius, ekonomi hijau bisa cepat membantu kita capai target emisi karbon. Potensinya besar, tapi jika roadmap-nya tidak jelas dan tidak ada tahapan yang tegas, sulit untuk mencapai hasil,” kata Ferdy, kepada Kabarbursa.com, Jumat, 1 November 2024.

Ia menyoroti pentingnya langkah demi langkah yang perlu diikuti untuk memastikan kemajuan setiap tahap.

Saat ini, target bauran energi baru terbarukan (EBT) Indonesia sebesar 23 persen pada 2025 masih jauh dari pencapaian, dengan tingkat capaian saat ini yang baru mencapai belasan persen.

Ferdy menjelaskan bahwa pencapaian target tersebut terhambat oleh berbagai tantangan, termasuk biaya investasi yang tinggi untuk proyek energi seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).

Regulasi Belum Siap

Ferdy juga menyoroti kendala regulasi yang belum selesai di tingkat parlemen, yang menurutnya memperlambat perkembangan energi hijau.

“Di DPR, revisi undang-undang tentang energi baru terbarukan belum selesai. Secara politik dan hukum belum ada kepastian,” ujar Ferdy,

Ia menekankan pentingnya regulasi yang kuat agar investor merasa yakin dan mau berinvestasi dalam sektor energi terbarukan yang berisiko tinggi dan memerlukan biaya besar.

Lebih lanjut, Ferdy menekankan bahwa kejelasan dalam regulasi adalah kunci untuk menarik minat investor dan mendukung transisi energi di Indonesia.

“Kepastian hukum adalah dasar. Tanpa kepastian itu, sulit untuk mengundang investasi besar yang risikonya tinggi. Maka, segalanya harus direncanakan dengan matang.” tambahnya.

Menurut Ferdy, insentif juga memainkan peran penting dalam menarik investasi di sektor energi hijau. Ia menilai bahwa pemerintah perlu bergerak cepat untuk menawarkan insentif yang menarik.

“Saya yakin orang-orang di pemerintah mengerti ini. Hanya saja, masalahnya adalah apakah mereka mau segera mengerahkan langkah-langkah yang diperlukan,” pungkasnya.

Target Pertumbuhan Ekonomi

Pemerintah menyatakan akan fokus menggenjot investasi berkelanjutan atau investasi hijau guna mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar delapan persen. Target ekonomi ini merupakan ambisi dari Presiden Terpilih Prabowo Subianto yang menginginkan Indonesia bisa keuar dari kutukan ekonomi lima persen.

Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani, mengatakan investasi menjadi faktor kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. “Semua pihak harus menjalankan langkah-langkah berkelanjutan,” kata Rosan dalam forum CEO Kompas 100 di Istana Negara IKN, Kalimantan Timur, Jumat, 11 Oktober 2024.

Mantan Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran ini menambahkan, perusahaan global kini semakin selektif memilih lokasi investasi. Tak hanya infrastruktur yang memadai, mereka juga mencari komitmen negara terhadap keberlanjutan. Ia mencontohkan Sembcorp, perusahaan energi terbarukan asal Singapura, yang sangat tertarik dengan kawasan industri berbasis energi hijau di Indonesia.

Rosan mengatakan Sembcorp sudah mengembangkan 13 kawasan industri hijau di Vietnam dan akan meningkat menjadi 18 kawasan tahun ini. Pemerintah, kata Rosan, pun bertekad menarik investasi serupa ke Indonesia untuk mendukung pengembangan kawasan industri energi bersih.

“Apabila kita mau bicara manufaktur kendaraan listrik, mobil listrik, dan baterai kendaraan listrik. Mereka juga menuntut power-nya, tenaganya dari energi bersih,” tegas Rosan.

Selain itu, Rosan mengatakan Sembcorp juga tertarik memasuki sektor pusat data, asalkan basis energinya bersih. Rosan pun memastikan pemerintah akan terus mendorong pengembangan kawasan industri berbasis energi hijau di Indonesia.

Energi Terbarukan Kunci Ekonomi 8 Persen

Percepatan investasi berkelanjutan yang diusung oleh pemerintah tidak hanya sejalan dengan kebutuhan global akan energi bersih, tetapi juga menjadi landasan penting dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai delapan persen. Institute for Essential Services Reform (IESR), menilai bahwa pengembangan sektor energi hijau akan memainkan peran krusial dalam mendukung target delapan, terutama melalui transisi energi yang lebih cepat dan terarah.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan percepatan transisi energi sangat penting untuk memenuhi komitmen Indonesia yang telah meratifikasi Persetujuan Paris demi membatasi kenaikan suhu bumi hingga 1,5 derajat Celcius. Menurut Fabby, potensi pertumbuhan ekonomi dari transisi energi dapat dicapai melalui tiga jalur utama.

“Pertama, dengan diversifikasi industri energi bersih, yang mencakup pengembangan industri energi terbarukan seperti sel surya, turbin angin, dan komponen mobil listrik. Kedua, pembangunan infrastruktur hijau yang menarik investasi, misalnya transmisi, jaringan pintar, dan penyimpanan energi. Ketiga, inisiatif ekowisata yang ramah lingkungan, seperti Bali Net Zero Emission 2045 yang dapat menambah daya tarik pariwisata Bali,” kata Fabby dalam Webinar Road to Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2024, Kamis, 10 Oktober 2024.

Fabby juga mengajak pemerintah melakukan reformasi kebijakan guna membuka peluang investasi di sektor energi terbarukan. Menurutnya, reformasi pertama adalah penghapusan subsidi energi fosil dan penetapan harga karbon. Langkah ini penting untuk memastikan energi terbarukan bisa bersaing di pasar.

Reformasi kedua adalah pembiayaan infrastruktur melalui instrumen dana publik, seperti green bond dan blended finance. Ketiga, pentingnya membangun kemitraan internasional dengan negara-negara yang menguasai teknologi energi bersih untuk alih teknologi dan pendanaan proyek.

Selain itu, Fabby menegaskan transisi energi harus dilakukan secara adil dan inklusif sehingga bisa mempersempit kesenjangan ekonomi di masyarakat. “Manfaat transisi energi harus dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat,” kata Fabby.

Koordinator Riset Sosial Kebijakan dan Ekonomi IESR, Martha Jesica, juga menekankan pentingnya kebijakan fiskal yang mendukung ekonomi rendah karbon. “Pemerintah perlu mengalokasikan belanja untuk program modal badan usaha terkait energi terbarukan dan ekonomi hijau,” ujar Martha. (*)