KABARBURSA.COM - Pelantikan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka pada Ahad, 20, Oktober 2024 menandai era baru untuk mempercepat transisi energi di Indonesia. Institute for Essential Services Reform (IESR) menyerukan prioritas transisi energi berkeadilan sebagai langkah penting untuk mendorong ekonomi berkelanjutan, terutama di daerah.
Menurut IESR, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah sangat diperlukan untuk mempercepat transisi energi yang adil. Meski 33 provinsi di Indonesia telah menyusun Rencana Umum Energi Daerah (RUED), banyak rencana tersebut perlu ditinjau ulang setelah lima tahun sejak diluncurkan. Hingga 2022, hanya tujuh provinsi yang berhasil mencapai target bauran energi terbarukan, dengan rata-rata selisih 10 persen dari target.
Koordinator Riset Sosial Kebijakan dan Ekonomi IESR, Martha Jesica, menyebutkan tantangan utama implementasi RUED adalah keterbatasan fiskal dan panjangnya proses perencanaan energi yang harus diselaraskan dengan pembangunan daerah. Penambahan kewenangan pengelolaan energi terbarukan melalui Perpres Nomor 11 Tahun 2023 membuka peluang lebih besar bagi daerah, namun butuh dukungan kebijakan fiskal yang kuat agar optimal.
“Alokasi belanja program energi terbarukan di daerah masih rendah, rata-rata 18 persen. Ini menunjukkan upaya realisasi energi terbarukan masih perlu diperkuat dan dikoordinasikan lebih baik,” kata Martha dalam Lokakarya Media di Palembang, Selasa, 22 Oktober 2024.
Untuk mempercepat transisi energi, IESR merekomendasikan tiga langkah strategis. Pertama, pemerintah pusat perlu merancang kerangka kebijakan jangka panjang yang jelas dengan regulasi yang mendukung percepatan investasi energi terbarukan
Kedua, penguatan kualitas anggaran dan kebijakan fiskal-moneter dengan fokus pada energi bersih.
Ketiga, pelibatan aktif pemerintah daerah, lembaga pendidikan, dan masyarakat dalam perencanaan serta implementasi transisi energi.
Perencana Ahli Pertama Kementerian PPN/Bappenas, Dyah Perwitasari, menjelaskan transisi energi berkeadilan sudah terintegrasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045. Kebijakan ini bertujuan mendorong penerapan ekonomi hijau berbasis pembangunan rendah karbon.
“Energi adalah modal dasar transformasi ekonomi dan mendukung pembangunan di berbagai bidang. Dibutuhkan perencanaan yang holistik untuk memperkuat ketahanan energi," ujarnya.
Di tingkat daerah, Aryansyah Ahmad Sulaiman Soleh, Kepala Bidang Energi Dinas ESDM Sumatera Selatan, menekankan pentingnya peran pemerintah daerah. Sumatera Selatan memiliki potensi energi terbarukan 21.032 MW, namun baru 4,70 persen yang termanfaatkan pada 2023.
Untuk lima tahun ke depan, Sumsel berencana mempercepat pengembangan energi terbarukan melalui survei dan studi kelayakan, peningkatan kapasitas PLTP, dan kerja sama internasional dalam pengembangan PLTS hingga 300 MW. "Sinergi antara pemerintah, akademisi, BUMN, sektor swasta, dan masyarakat adalah kunci percepatan transisi energi di daerah," kata Aryansyah.
Subianto menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai delapan persen selama masa pemerintahannya. IESR memandang percepatan transisi energi melalui pengembangan energi terbarukan dapat menjadi faktor pendukung utama dalam mewujudkan target ambisius tersebut.
Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan percepatan transisi energi sangat penting untuk memenuhi komitmen Indonesia yang telah meratifikasi Persetujuan Paris demi membatasi kenaikan suhu bumi hingga 1,5 derajat Celcius. Menurut Fabby, potensi pertumbuhan ekonomi dari transisi energi dapat dicapai melalui tiga jalur utama.
“Pertama, dengan diversifikasi industri energi bersih, yang mencakup pengembangan industri energi terbarukan seperti sel surya, turbin angin, dan komponen mobil listrik. Kedua, pembangunan infrastruktur hijau yang menarik investasi, misalnya transmisi, jaringan pintar, dan penyimpanan energi. Ketiga, inisiatif ekowisata yang ramah lingkungan, seperti Bali Net Zero Emission 2045 yang dapat menambah daya tarik pariwisata Bali,” kata Fabby dalam Webinar Road to Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2024, Kamis, 10 Oktober 2024.
Fabby juga mengajak pemerintah melakukan reformasi kebijakan guna membuka peluang investasi di sektor energi terbarukan. Menurutnya, reformasi pertama adalah penghapusan subsidi energi fosil dan penetapan harga karbon. Langkah ini penting untuk memastikan energi terbarukan bisa bersaing di pasar.
Reformasi kedua adalah pembiayaan infrastruktur melalui instrumen dana publik, seperti green bond dan blended finance. Ketiga, pentingnya membangun kemitraan internasional dengan negara-negara yang menguasai teknologi energi bersih untuk alih teknologi dan pendanaan proyek.
Selain itu, Fabby menegaskan transisi energi harus dilakukan secara adil dan inklusif sehingga bisa mempersempit kesenjangan ekonomi di masyarakat. “Manfaat transisi energi harus dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat,” kata Fabby.
Koordinator Riset Sosial Kebijakan dan Ekonomi IESR, Martha Jesica, juga menekankan pentingnya kebijakan fiskal yang mendukung ekonomi rendah karbon. “Pemerintah perlu mengalokasikan belanja untuk program modal badan usaha terkait energi terbarukan dan ekonomi hijau,” ujar Martha.
Sementara itu, Anggota Dewan Pakar Prabowo-Gibran, Ali Mundakir, menyoroti pentingnya memanfaatkan energi terbarukan untuk mencapai swasembada energi di Indonesia. Menurut Ali, energi terbarukan bisa menjadi solusi untuk mengurangi impor bahan bakar minyak dan gas.
“Saat ini, pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia masih kecil, namun potensinya sangat besar. Perbaikan iklim investasi di sektor ini dan pengembangan smart grid akan menjadi fokus utama pemerintahan Prabowo-Gibran dalam lima tahun ke depan,” kata Ali.(*)