Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Energi Terbarukan Dunia Masih Jauh dari Target PBB

Rubrik: Ekonomi Hijau | Diterbitkan: 10 October 2024 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Energi Terbarukan Dunia Masih Jauh dari Target PBB

KABARBURSA.COM - Sumber energi terbarukan diprediksi akan menyumbang hampir separuh dari total kebutuhan listrik dunia pada akhir dekade ini. Namun, laporan Badan Energi Internasional (IEA) yang dirilis pada Rabu, 9 Oktober 2024, menyebut target Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk meningkatkan kapasitas tiga kali lipat guna mengurangi emisi karbon masih sulit tercapai.

Dalam laporan berjudul "IEA Renewables 2024" tersebut, IEA memperkirakan dunia akan menambah lebih dari 5.500 gigawatt (GW) kapasitas energi terbarukan antara saat ini hingga 2030. Angka tersebut hampir tiga kali lipat dari peningkatan kapasitas yang terjadi antara 2017 hingga 2023.

Penambahan ini setara dengan gabungan kapasitas listrik yang dimiliki oleh China, Uni Eropa, India, dan Amerika Serikat saat ini. Namun, jumlah tersebut masih belum mencukupi untuk memenuhi target yang ditetapkan pada Konferensi Iklim COP28 PBB, yang menuntut peningkatan kapasitas hingga tiga kali lipat.

IEA menyebut, untuk mencapai target tersebut, diperlukan percepatan pembangunan dan modernisasi jaringan listrik global sepanjang 25 juta kilometer, serta peningkatan kapasitas penyimpanan energi hingga 1.500 GW pada 2030.

Panel surya atau photovoltaic (PV) diproyeksikan akan menyumbang 80 persen dari pertumbuhan kapasitas energi terbarukan pada 2030. Sektor pembangkit listrik tenaga angin juga diprediksi mengalami peningkatan signifikan, dengan laju ekspansi yang diproyeksikan dua kali lipat dari periode 2017-2023.

IEA juga mencatat, kapasitas tenaga surya global akan mencapai lebih dari 1.100 GW pada akhir 2024, yang lebih dari dua kali lipat perkiraan permintaan. Kelebihan pasokan ini membantu menurunkan harga modul surya, namun di sisi lain menyebabkan banyak produsen mengalami kerugian finansial yang signifikan.

Meski target PBB terbilang ambisius, banyak negara berhasil mencapai target mereka. Sebanyak 70 negara, yang menguasai 80 persen kapasitas energi terbarukan global, diprediksi akan mencapai atau bahkan melampaui target energi terbarukan pada 2030.

“Energi terbarukan bergerak lebih cepat dari target yang ditetapkan pemerintah,” ujar Direktur Eksekutif IEA, Fatih Birol. “Ini didorong tidak hanya oleh upaya pengurangan emisi atau peningkatan keamanan energi, tetapi juga karena energi terbarukan kini menjadi opsi termurah untuk pembangkit listrik baru di hampir semua negara di dunia.”

Yakin Target 2030 Tercapai

Badan Energi Internasional (IEA) sebelumnya menyatakan tujuan untuk melipatgandakan kapasitas energi terbarukan global pada 2030 serta mengurangi penggunaan bahan bakar fosil sudah berada dalam jangkauan. Namun, upaya besar dibutuhkan untuk membuka hambatan seperti perizinan dan koneksi jaringan.

Laporan ini dirilis saat para pemimpin pemerintahan dan bisnis berkumpul di New York Climate Week untuk mendorong aksi melawan perubahan iklim. Hampir 200 negara pada KTT COP 28 di Dubai tahun lalu sepakat untuk mencapai emisi nol bersih dari sektor energi pada 2050 dan berkomitmen melipatgandakan kapasitas energi terbarukan seperti angin dan matahari.

IEA menyebutkan bahwa target energi terbarukan dapat tercapai berkat faktor ekonomi yang menguntungkan, potensi manufaktur yang memadai, serta kebijakan yang kuat. Namun, kapasitas energi terbarukan yang lebih besar saja tidak cukup untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan menurunkan biaya bagi konsumen.

“Untuk mencapai manfaat penuh dari target tersebut, negara-negara perlu mendorong pembangunan dan modernisasi 25 juta kilometer jaringan listrik pada 2030. Dunia juga memerlukan kapasitas penyimpanan energi sebesar 1.500 gigawatt (GW) pada tahun yang sama,” kata IEA, dikutip dari Reuters, Selasa, 24 September 2024.

Negara-negara di COP 28 juga berjanji untuk menggandakan langkah efisiensi energi guna membantu mengurangi penggunaan listrik, tetapi hal ini menuntut pemerintah menjadikan efisiensi sebagai prioritas kebijakan yang lebih besar.

IEA menekankan pentingnya memasukkan tujuan energi terbarukan dan efisiensi energi dalam rencana nasional untuk memenuhi target yang telah disepakati dalam perjanjian iklim Paris. Emisi sektor energi global mencapai rekor tertinggi tahun lalu.

Namun, dengan melipatgandakan kapasitas energi terbarukan dan menggandakan efisiensi energi, emisi gas rumah kaca global dapat berkurang hingga 10 miliar ton metrik pada akhir dekade ini dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya.

Angin Segar Usai Pemangkasan Suku Bunga

Pekan lalu, Federal Reserve (The Fed) mengumumkan pemangkasan suku bunga sebesar setengah persen, yang menjadi penurunan pertama dalam empat tahun terakhir. Langkah ini sudah lama dinantikan oleh pasar. Sektor-sektor dengan biaya awal tinggi, seperti energi terbarukan, diperkirakan akan mendapat manfaat dari kebijakan tersebut.

Dampak positif dari suku bunga rendah pertama kali terlihat di sektor energi terbarukan saat The Fed menurunkan suku bunga mendekati nol persen selama pandemi COVID-19. Salah satu hasilnya adalah lonjakan investasi di teknologi iklim. Namun, ketika inflasi mulai meningkat pada awal 2022, suku bunga kembali naik untuk mengendalikan kenaikan inflasi.

Sektor energi bersih sebenarnya sudah mendapat perlindungan dari kenaikan suku bunga berkat Undang-Undang Pengurangan Inflasi (IRA) yang disahkan pada Agustus 2022. IRA telah mengurangi sebagian besar risiko yang terkait dengan investasi dalam proyek energi terbarukan, meskipun suku bunga tetap tinggi, dengan dana lebih dari 391 triliun dolar AS.

“Biaya awal yang besar dan biaya operasional yang rendah dari teknologi energi bersih sangat sensitif terhadap suku bunga dan biaya modal,” kata Anggota Komite Penasihat Risiko Keuangan Iklim Departemen Keuangan AS, Ilmi Granoff, dikutip dari Trellis, Sabtu, 21 September 2024.

Menjelang pengumuman The Fed, harga saham NRG Energy, salah satu penyedia solusi energi bersih terbesar di AS, melonjak lebih dari 40 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, sejalan dengan ekspektasi Wall Street terhadap pemangkasan suku bunga tersebut.

Saham pengembang energi terbarukan First Solar juga naik lebih dari 20 persen dalam beberapa pekan terakhir, setelah mencapai puncaknya di atas 300 dolar AS pada Juni lalu. Pengembang swasta seperti Invenergy dan EDF Renewables telah mengumumkan pembiayaan untuk proyek-proyek besar dalam beberapa minggu terakhir.

Meskipun perkembangan ini tidak selalu terkait langsung dengan pergerakan suku bunga, ini menjadi tanda positif bagi industri energi bersih ke depan. Proyek-proyek padat modal seperti pembangkit listrik tenaga angin, surya, dan nuklir membawa risiko finansial yang tinggi bagi para investor.(*)