Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Emiten TOBA Alihkan Aset Batu Bara, Fokus ke Energi Hijau dan Pengelolaan Sampah

Rubrik: Ekonomi Hijau | Diterbitkan: 09 October 2024 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Redaksi
Emiten TOBA Alihkan Aset Batu Bara, Fokus ke Energi Hijau dan Pengelolaan Sampah

KABARBURSA.COM - Pandu Sjahrir tampil di hadapan publik pada hari yang sama dengan pengumuman divestasi dua pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Wakil Direktur Utama PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA) ini menjelaskan alasan di balik penjualan aset, pemanfaatan keuntungan, serta rencana transformasi TOBA menuju energi hijau.

Pada Selasa, 8 Oktober 2024, Pandu menjadi pembicara dalam SDGs Annual Conference 2024, sesi yang mengusung tema “Menyinergikan Peluang Pendanaan untuk Mengakselerasi Ekonomi Hijau”. Di forum tersebut, Pandu mengungkapkan langkah TBS Energi menjual aset PLTU milik perusahaan.

Sehari sebelumnya, TOBA telah mengumumkan divestasi dua aset PLTU, yaitu PLTU Sulut-3 dan PLTU Sulbagut-1. TOBA memiliki 90 persen saham di PLTU Sulut-3, sementara PLTU Sulbagut-1 dikendalikan 80 persen oleh TOBA. Kedua aset tersebut dijual untuk mendukung strategi transisi energi perusahaan.

"Investasi modal sebesar USD80 juta kami berhasil meraup keuntungan USD150," ungkap Pandu. Namun, baginya, keuntungan finansial bukanlah yang paling penting. "Yang utama adalah kami bisa mengurangi emisi karbon setara dengan 1,3 juta ton.”

Pandu mengaku sempat ragu melepas bisnis PLTU yang selama ini memberikan arus kas stabil dan dividen yang menggiurkan. Meski begitu, langkah ini diperlukan untuk mendukung target ambisius TOBA, yakni mencapai netralitas karbon pada 2030. Ia menyadari, banyak investor yang menahan diri untuk berinvestasi karena keterlibatan TOBA di bisnis batu bara. "Investor sekarang bilang, kalau mayoritas pendapatan kamu bukan dari batu bara, baru saya masuk," ceritanya.

Hasil dari divestasi PLTU akan digunakan untuk berinvestasi di sektor energi terbarukan dan non-batu bara. TOBA kini fokus pada tiga bisnis utama: pembangkit listrik energi terbarukan, ekosistem kendaraan listrik roda dua, dan pengelolaan sampah.

Langkah besar TOBA dalam bisnis pengelolaan sampah dimulai dengan akuisisi Asia Medical Enviro Services Pte. Ltd. pada Agustus 2023, yang bergerak di pengelolaan limbah medis di Singapura. "Sekitar 98 persen sampah medis di Singapura kami yang kelola," ujar Pandu. Tak hanya itu, TOBA juga memperluas ekspansi ke pengelolaan limbah industri dan daur ulang baterai, yang diproyeksikan mulai berjalan pada 2026-2027.

Di sektor energi terbarukan, TOBA tengah membangun floating solar power plant atau PLTS terapung pertama di Batam, bekerja sama dengan PT PLN Nusantara Power. Proyek ini diproyeksikan menjadi yang terbesar kedua di Indonesia, dengan kapasitas 46 MWp, dan menyasar pasar Indonesia serta Singapura.

Pandu juga menjelaskan rencana ekspansi TOBA di bisnis kendaraan listrik. Ide ini lahir dari diskusinya dengan Andre Sulistio, CEO Gojek, pada 2020 lalu. Dari situ, TOBA merintis ekosistem Elektrum untuk elektrifikasi kendaraan roda dua. Saat ini, TOBA telah mengoperasikan 3.000 motor listrik di jalanan Jabodetabek dan berencana menggandakan jumlahnya pada 2025.

"Kuncinya ada di energi, baterai. Tahun depan, target kami adalah menggandakan jumlah motor listrik yang beroperasi," kata Pandu.

Jual Semua Saham di MCL dan GLP

TOBA sebelumnya melakukan divestasi terhadap dua aset PLTU berkapasitas 200 megawatt. Mekanismenya melalui penjualan seluruh saham TOBA di PT Minahasa Cahaya Lestari (MCL) dan PT Gorontalo Listrik Perdana (GLP).

Berdasar pada siaran pers yang dirilis, nilai penjualan saham ini mencapai kurang lebih USD144,8 juta, yang akan memberikan dampak positif terhadap arus kas TOBA. Perseroan akan menerima hasil penjualan dalam bentuk kas yang lebih tinggi dibandingkan dengan total modal yang ditanamkan untuk pembangunan kedua PLTU tersebut sebesar kurang lebih USD87,4 juta.

Direktur PT TBS Energi Utama Tbk Juli Oktarina mengatakan, penjualan ini merupakan bagian dari strategi TOBA untuk mencapai dua hal yaitu percepatan transisi perseroan ke bisnis berkelanjutan dan mendukung target netralitas karbon pada tahun 2030.

“Transaksi ini sejalan dengan komitmen perseroan dalam mencapai target netralitas karbon pada tahun 2030 melalui inisiatif TBS 2030. Hasil dari transaksi ini akan dialokasikan untuk investasi di sektor-sektor berkelanjutan, penguatan struktur pemodalan perusahaan, dan rencana pembelian kembali saham yang bertujuan memberikan nilai lebih bagi para pemegang saham,” ujar Juli.

Melalui transaksi ini, lanjut Juli, perseroan akan memperoleh keuntungan kas di samping dari dividen yang telah diterima selama PLTU beroperasi. Namun, dari sisi pencatatan akuntansi keuangan, transaksi ini akan mencatatkan kerugian non kas sebesar kurang lebih USD77 juta.

Hal ini disebabkan oleh standar akuntansi PSAK yang mengharuskan pencatatan dimuka atas pendapatan konstruksi pembangkit dan transmisi IPP (Independent Power Producer) dengan skema Build Own Operate Transfer (BOOT) selama 25 tahun sesuai periode Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) yang berlaku.

Oleh karena itu, nilai aset yang tercatat di buku pada saat transaksi akan mencakup pendapatan di masa depan yang belum ditagihkan kepada PLN.

Pelaksanaan rencana transaksi ini akan mempercepat Perseroan dalam mencapai komitmen keberlanjutan TBS 2030 "Towards a Better Society 2030." Selain itu, langkah ini juga secara tidak langsung membantu menciptakan nilai tambah dengan mengurangi utang konsolidasi lebih dari 70 persen, sehingga meningkatkan fleksibilitas Perseroan untuk melakukan investasi lebih besar di sektor usaha keberlanjutan seperti energi baru terbarukan, ekosistem kendaraan listrik, serta manajemen limbah.

Langkah ini juga akan meningkatkan akses terhadap sumber pembiayaan yang lebih bervariasi, biaya pendanaan yang lebih kompetitif, dan pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan nilai investasi pemegang saham TOBA.

“Transaksi ini diproyeksikan akan mengurangi emisi karbon perseroan lebih 80 persen atau sekitar 1,3 juta ton setara CO2 (tCO2e) per tahun, sesuai dengan perhitungan metodologi protokol GHG, serta divalidasi melalui tahap preassurance oleh auditor eksternal,” kata Juli.(*)