Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Bank Indonesia dan Kemenko Marves Luncurkan Aplikasi Kalkulator Hijau

Rubrik: Ekonomi Hijau | Diterbitkan: 02 October 2024 | Penulis: Pramirvan Datu | Editor: Redaksi
Bank Indonesia dan Kemenko Marves Luncurkan Aplikasi Kalkulator Hijau

KABARBURSA.COM - Bank Indonesia (BI), bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), resmi meluncurkan aplikasi Kalkulator Hijau. Inisiatif ini bertujuan mendukung penghitungan dan pelaporan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) bagi perbankan serta pelaku usaha.

“Selamat kepada semua pihak yang terlibat atas peluncuran pedoman dan aplikasi Kalkulator Hijau ini, hasil kolaborasi antara Bank Indonesia dan Kemenko Marves, yang melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai focal point nasional dari NDC (Nationally Determined Contribution),” ujar Nani Hendiarti, Deputi Kemenko Marves Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, dalam acara yang berlangsung di Gedung Kantor Pusat BI Jakarta pada Rabu 2 Oktober 2024.

Transisi menuju ekonomi netral karbon, atau net zero emission, memerlukan peningkatan investasi hijau, yang sebagian besar harus bersumber dari pembiayaan sektor keuangan. Menurut data dari Kementerian Keuangan, pembiayaan publik diperkirakan hanya dapat memenuhi sekitar 34 persen dari total kebutuhan investasi berkelanjutan sebesar 280 miliar dolar AS, untuk mencapai target NDC yang ditetapkan hingga tahun 2030.

Saat ini, pemerintah sedang merancang Second NDC untuk meningkatkan komitmen Indonesia dalam menghadapi dampak perubahan iklim global, yang ditargetkan rampung pada Februari 2025. Proses finalisasi Second NDC telah memasuki tahap akhir dan melibatkan konsultasi publik. Prioritas utama mencakup target pengurangan volume emisi dan peningkatan adaptasi serta mitigasi melalui sektor-sektor seperti industri, energi, limbah, pertanian, dan kelautan.

Kekurangan anggaran yang ada memerlukan berbagai inovasi guna mengurangi kesenjangan pendanaan. Dalam hal ini, kebijakan keberlanjutan menjadi kunci untuk mendorong pembiayaan transisi dan menangani perubahan iklim, khususnya di negara berkembang. Melalui koordinasi Kemenko Marves, Pemerintah Indonesia telah mengembangkan strategi pembiayaan campuran (blended finance) dalam bentuk Global Blended Finance Alliance (GBFA) yang diluncurkan pada G20 Bali.

Hasil dari Article of Agreement (AoA) terkait GBFA G20 yang telah disepakati di New York diharapkan dapat diresmikan sebelum berlangsungnya COP29 di Baku, Azerbaijan. Langkah ini merupakan dukungan nyata dalam pembiayaan transisi untuk mengurangi risiko sistemik akibat perubahan iklim yang semakin mendesak. “Dampak perubahan iklim di Indonesia juga mulai terlihat, seperti pergeseran musim. Kita juga menyaksikan kebakaran hutan di Brasil yang belum pernah terjadi dalam 40 tahun terakhir,” tambahnya.

Seiring dengan penerapan strategi kebijakan dan program keuangan berkelanjutan yang menjadi mandat BI dan Kemenkeu, perbankan diharapkan untuk meningkatkan porsi pembiayaan rendah emisi serta menurunkan tingkat emisi dari kredit yang diberikan. Laporan keberlanjutan yang memuat informasi emisi karbon debitur menjadi salah satu pertimbangan dalam proses pemberian pembiayaan di masa mendatang.

Oleh karena itu, aplikasi Kalkulator Hijau diharapkan dapat menjadi alat bantu untuk menghitung dan memantau emisi karbon di sektor industri. Inisiatif ini bertujuan mendukung perbankan hijau serta mendorong partisipasi industri dalam mencapai target pengurangan emisi GRK sesuai komitmen nasional. Selain itu, diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan tahunan perusahaan yang sejalan dengan International Financial Reporting Standard (IFRS) terkait Sustainability Reporting Standard.

Metodologi yang digunakan dalam Kalkulator Hijau telah dikonsultasikan dan disetujui oleh KLHK. Versi pertama dari Kalkulator Hijau ini dapat diperbarui seiring dengan perkembangan teknologi. Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur BI, Juda Agung, menekankan pentingnya aplikasi ini sebagai standar pengukuran emisi karbon untuk menghitung jejak karbon suatu aktivitas ekonomi.

Tujuan utama dari peluncuran aplikasi ini adalah untuk memantau tingkat keberlanjutan suatu aktivitas ekonomi dan mengukur keberhasilan transisi menuju ekonomi hijau. Kalkulator Hijau diharapkan dapat mempermudah perbankan dan pelaku usaha dalam memenuhi kebutuhan pelaporan yang kini semakin dituntut oleh regulator dan pasar keuangan global. Dengan adanya disclosure ini, Kalkulator Hijau diharapkan dapat membuka akses yang lebih luas kepada investasi dan pendanaan hijau dari sektor perbankan maupun pasar keuangan global.

“Kami berharap Kalkulator Hijau ini tidak hanya berfungsi sebagai alat pengukur, tetapi juga sebagai katalis untuk mendorong pengurangan emisi karbon di Indonesia. Ini adalah alat hidup, versi awal dari Kalkulator Hijau yang mengukur scope 1 (emisi langsung dari perusahaan) dan scope 2 (emisi dari pembangkit energi yang dibeli secara tidak langsung),” papar Juda Agung. “Ke depan, kami akan memperluas ruang lingkup pengukuran untuk mencakup seluruh aktivitas penghasil emisi secara tidak langsung. Semua aktivitas tentu menghasilkan emisi yang perhitungannya lebih kompleks. Untuk saat ini, kami fokus pada scope 1 dan scope 2, sementara pengembangan untuk scope 3 (emisi dari operasi bisnis oleh sumber-sumber yang tidak secara langsung dimiliki atau dikendalikan) akan segera dilakukan,” imbuhnya.

Kebutuhan Dana Dalam Beberapa Tahun

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa Indonesia memerlukan dana sebesar USD281 miliar atau Rp4.000 triliun untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dalam beberapa tahun ke depan.

Untuk mendapatkan dana yang sangat besar ini tidak mungkin hanya bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

“Kita memerlukan USD281 miliar atau Rp 4.000 triliun. Ini jauh melebihi total anggaran belanja tahunan Indonesia. Oleh karena itu, anggaran publik atau fiskal tidak bisa menjadi satu-satunya sumber pembiayaan,” kata Sri Mulyani di acara Indonesia International Sustainability Forum 2024 yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Jumat, 6 September 2024.

Dana tersebut diperlukan untuk mencapai target pengurangan emisi karbon dioksida (CO2) sebesar 31,89 persen melalui usaha sendiri dan 43,2 persen dengan bantuan internasional pada tahun 2030, sesuai dengan target Nationally Determined Contribution (NDC). Sri Mulyani pun mengajak sektor swasta untuk berpartisipasi dalam upaya ini.(*)