KABARBURSA.COM - Pasar Modal Indonesia telah ada sebelum kemerdekaan dan kebebasan ekonomi Indonesia.
Didirikan pada tahun 1912 oleh Pemerintah Hindia Belanda di Batavia, Bursa Efek Jakarta (BEJ), sekarang dikenal sebagai Bursa Efek Indonesia (BEI), muncul untuk kepentingan Pemerintah VOC.
Pasar Modal Indonesia mengalami periode vakum akibat berbagai faktor, termasuk Perang Dunia I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial ke pemerintah Republik Indonesia, serta kondisi lainnya.
BEI mencatat bahwa Bursa Efek di Batavia ditutup selama Perang Dunia I dari tahun 1914 hingga 1918.
Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya dari tahun 1925 hingga 1942.
Namun, pada awal tahun 1939, karena isu politik terkait Perang Dunia II, Bursa Efek di Semarang dan Surabaya ditutup kembali. Pada tahun 1942 hingga 1952, Bursa Efek di Jakarta kembali ditutup selama Perang Dunia II, dan perdagangan pasar modal sempat vakum dari tahun 1956 hingga 1977.
Pasar modal kembali aktif pada tahun 1977, yang mendorong pertumbuhan Pasar Modal Indonesia dengan dukungan berbagai insentif dan regulasi pemerintah.
Pada tanggal 10 Agustus 1977, Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto, ditandai dengan go public-nya PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama. BEJ dijalankan di bawah Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM). Namun, saat itu, pasar modal kurang mendapat respons positif karena undang-undang yang berlaku banyak membatasi ruang gerak perusahaan.
Pada periode 1977 hingga 1987, perdagangan di Bursa Efek Jakarta sangat lesu, dengan hanya 24 emiten tercatat selama 10 tahun tersebut. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan.
Menanggapi hal ini, pada tahun 1987, pemerintah melakukan deregulasi undang-undang pasar modal, mempermudah emiten dan investor, serta membuka peluang bagi investor asing dengan batas kepemilikan saham maksimum 49 persen.
Pada tahun 1987, pertumbuhan pasar modal ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87), yang memberikan kemudahan bagi perusahaan melakukan penawaran umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.
Antara tahun 1988 hingga 1990, paket deregulasi di bidang perbankan dan pasar modal diluncurkan, membuka pintu BEJ untuk investor asing.
Operasional BEJ dilakukan oleh Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE) dengan anggota bank negara, bank swasta, hingga pialang efek.
Pemerintah RI mengeluarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 1952 sebagai Undang-Undang Darurat yang ditetapkan sebagai Undang-Undang Bursa pada tanggal 26 September 1952.
Menurut laman resmi BEI, pada tanggal 2 Juni 1988, Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh PPUE, dengan organisasi terdiri dari broker dan dealer.
Seiring berjalannya waktu, Pemerintah RI juga membentuk sejumlah lembaga baru seperti Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Kliring dan Penjaminan Efek Indonesia (KPEI), reksadana, dan manajer investasi. Beberapa tanggal penting lainnya adalah:
Jumlah investor pasar modal terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 2018, jumlah investor pasar modal mencapai 1,6 juta. Pada tahun 2019, jumlah tersebut meningkat 53 persem menjadi 2,4 juta.
Pada Mei 2020, jumlah investor mencapai 2,8 juta, tumbuh 13 persen dari akhir 2019.
Berdasarkan data terbaru dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor pasar modal mencapai 6,76 juta per akhir Oktober 2021, meningkat 5,13 persen dari September 2021 yang sebanyak 6,43 juta investor.