Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

IESR: Indonesia Punya 333 GW Proyek Energi Terbarukan

Rubrik: Ekonomi Hijau | Diterbitkan: 27 February 2025 | Penulis: Moh. Alpin Pulungan | Editor: Moh. Alpin Pulungan
IESR: Indonesia Punya 333 GW Proyek Energi Terbarukan Turbin PLTB Sidrap terlihat di perbukitan Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Foto: esdm.go.id.

KABARBURSA.COM - Potensi energi terbarukan di Indonesia sebenarnya luar biasa besar. Menurut kajian terbaru Institute for Essential Services Reform (IESR), kapasitas teknis energi terbarukan di Tanah Air mencapai 3.686 GW. Jika dikelola dengan optimal, bauran energi bersih di Indonesia bukan hanya bisa menembus target 23 persen, tapi bahkan bisa melampaui 50 persen pada 2030.

Laporan bertajuk Unlocking Indonesia’s Renewables Future: The Economic Case of 333 GW of Solar, Wind, and Hydro Projects dari IESR mengidentifikasi 1.500 lokasi yang cocok untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) berbasis lahan, Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) onshore, dan Pembangkit Listrik Tenaga Mini dan Mikrohidro (PLTM). Dari total kapasitas 548,5 GW yang tersedia di lokasi-lokasi ini, sekitar 333 GW dinilai layak secara finansial.

Perhitungan ini didasarkan pada aturan tarif serta skema pembiayaan proyek yang umum digunakan di Indonesia. Dari total kapasitas tersebut, 165,9 GW berasal dari PLTS, 167,0 GW dari PLTB, dan 0,7 GW dari PLTM.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, mengatakan meski Indonesia punya potensi besar di sektor energi terbarukan, pemanfaatannya masih sangat terbatas. Salah satu kendala utama adalah anggapan bahwa sumber energi seperti surya dan angin kurang andal karena sifatnya yang intermiten.

“Di beberapa negara kombinasi PLTS dan PLTB dengan baterai yang dapat dispatchable harga listriknya lebih kompetitif dibandingkan pembangkit gas dan PLTU batubara. Peralihan ke energi bersih tidak hanya mengurangi emisi, tetapi juga bisa menjadi strategi pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan lapangan kerja baru, melalui tumbuhnya manufaktur energi surya dengan adanya permintaan yang meningkat,” jelas Fabby dalam keterangan tertulis yang diterima KabarBursa.com di Jakarta, Kamis, 27 Februari 2025.

Selain berkontribusi dalam mengurangi emisi, pengembangan energi terbarukan juga bisa menjadi katalis pertumbuhan ekonomi, terutama di era kepemimpinan Presiden Prabowo yang menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar delapan persen dan peningkatan kemandirian energi.

Enam Wilayah Prioritas

Turbin PLTB Sidrap terlihat di perbukitan Kecamatan Watang Pulu, Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. Foto: esdm.go.id.
Kajian IESR mengidentifikasi enam wilayah yang paling optimal untuk pengembangan energi terbarukan. Papua dan Kalimantan dinilai memiliki konsentrasi tertinggi untuk PLTS. Sementara itu, Maluku, Papua, dan Sulawesi Selatan menjadi lokasi yang cocok untuk PLTB. Di sisi lain, potensi terbesar untuk PLTM ditemukan di Sumatera Barat dan Sumatera Utara.

Koordinator Riset Sosial, Kebijakan, dan Ekonomi IESR, Martha Jesica Mendrofa, mengatakan l lokasi-lokasi ini memiliki tingkat Equity Internal Rate of Return atau EIRR yang tinggi sehingga menjadikannya lebih menarik bagi investor. Berdasarkan kajian IESR, sekitar 61 persen dari 333 GW proyek yang layak secara finansial—atau setara dengan 206 GW—memiliki tingkat EIRR di atas 10 persen.

“Potensi besar ini dapat dimanfaatkan dengan lebih optimal lagi dengan tersedianya inovasi teknologi, pengembangan jaringan listrik yang lebih fleksibel dan modern yang mampu mendukung integrasi energi terbarukan. Pemerintah perlu pula menyiapkan regulasi yang jelas dengan proses perizinan yang efisien. Faktor ini dapat meningkatkan daya tarik proyek energi terbarukan bagi investor,” ungkap Martha.

Dengan kapasitas tersebut, proyek energi terbarukan yang layak secara finansial ini bahkan melebihi kebutuhan yang direncanakan dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yang menargetkan sekitar 180 GW dari PLTS dan PLTB hingga 2060.

Rekomendasi untuk Pemerintah dan Pemangku Kepentingan
Direktur IESR, Fabby Tumiwa, menyampaikan paparan dalam peluncuran laporan Unlocking Indonesia’s Renewables Future: The Economic Case of 333 GW of Solar, Wind, and Hydro Projects di Jakarta, 27 Februari 2025. Foto: Dok. IESR.

Koordinator Riset Kelompok Data dan Pemodelan IESR, Pintoko Aji, yang juga menjadi salah satu penulis kajian ini, mengatakan temuan dalam laporan ini menghasilkan beberapa rekomendasi strategis bagi pembuat kebijakan, PLN, lembaga keuangan, dan pengembang proyek energi terbarukan.

Pemerintah didorong untuk:

  1. Mengalokasikan lahan secara khusus untuk proyek energi terbarukan
  2. Mempermudah proses perizinan
  3. Menetapkan target spesifik bagi bauran energi terbarukan

Di sisi lain, PLN bisa berkontribusi dengan meningkatkan perencanaan jaringan serta melakukan reformasi mekanisme pengadaan listrik. Sementara itu, bagi pengembang proyek, strategi yang disarankan IESR adalah memprioritaskan proyek dengan potensi keuntungan tinggi serta menyusun desain dan perencanaan keuangan yang lebih optimal.

Selain merilis studi ini, IESR juga menyerahkan laporan teknis pra-kelayakan untuk tiga proyek spesifik, yakni satu PLTB di Sulawesi Selatan, satu proyek Pump Hydro Energy Storage di Sulawesi Selatan, serta satu PLTS terapung di Kalimantan Selatan. Laporan ini diberikan kepada Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) guna membantu pemerintah menginisiasi proyek-proyek ini ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.

Dengan adanya kajian ini, IESR berharap transisi energi di Indonesia semakin terakselerasi dan tidak hanya sekadar wacana di atas kertas. Kuncinya adalah kebijakan yang lebih proaktif, insentif yang menarik bagi investor, serta kesiapan infrastruktur yang mendukung pengembangan energi terbarukan secara masif.(*)