KABARBURSA.COM – Penasihat Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Nasional, Bambang Brodjonegoro, menegaskan pentingnya menjadikan ekonomi hijau atau green economy sebagai arus utama dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Menurutnya, pendekatan pembangunan rendah karbon tidak hanya relevan dalam menghadapi perubahan iklim, tetapi juga untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
"Green economy saat ini mungkin belum menjadi arus utama, tapi di masa depan diharapkan bisa menjadi bagian integral dari pengelolaan ekonomi Indonesia. Ketika saya masih di Bappenas tahun 2018, kami meluncurkan Low Carbon Development Initiative (LCDI) untuk mendorong agar keberlanjutan menjadi bagian dari kebijakan pembangunan nasional," ujarnya dalam acara KabarBursa Economic Insight (KEI) 2025, Rabu 26 Februari 2025 di Le Meridien Jakarta, Rabu, 26 Februari 2025.
Ia menjelaskan bahwa selama ini isu lingkungan hidup cenderung dianggap sebagai masalah insidental dan hanya diperhatikan oleh kelompok tertentu. Namun, dengan semakin besarnya dampak perubahan iklim, pendekatan ini harus diubah.
"Dulu, perhatian utama kita lebih ke makroekonomi —kemiskinan, ketimpangan, pendidikan, kesehatan. Tapi kita lupa bahwa perubahan iklim mulai mengancam nyawa manusia. Kita lihat skalanya makin besar, bukan makin kecil. Kebakaran hutan di LA, badai Katrina di AS, banjir besar di Jerman dan Austria, semua itu menunjukkan bahwa perubahan iklim berdampak global," lanjutnya.
Selain itu, ia menyoroti bagaimana perubahan iklim juga berdampak pada ketahanan pangan (food security), yang secara langsung berpengaruh pada stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, LCDI dirancang untuk memastikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap tinggi, tetapi dengan tingkat emisi karbon yang lebih rendah.
"Kita tidak bicara nol karbon karena itu terlalu ideal, tapi kita ingin low carbon. Itu sebabnya perlu evaluasi ulang cara kita menghitung GDP. Saat ini, GDP hanya menghitung total aktivitas ekonomi tanpa mempertimbangkan depresiasi sumber daya alam. Padahal, kalau kita terus mengabaikan aspek ini, dampaknya terhadap ekonomi akan jauh lebih berat ke depan," jelasnya.
Bambang juga mengapresiasi semakin banyaknya media yang mulai mengangkat isu ekonomi hijau sebagai bagian dari economic outlook. Namun, ia menilai bahwa perhatian terhadap green economy masih kalah dibandingkan isu-isu ekonomi lain yang lebih bersifat jangka pendek, seperti anggaran negara atau perdagangan internasional.
"Green economy sering dianggap sebagai isu jangka menengah dan panjang, sehingga kurang mendapat perhatian dibandingkan isu-isu yang lebih mendesak. Padahal, jika kita terus menunda mitigasi perubahan iklim, dampaknya akan jauh lebih besar, baik dari segi ekonomi maupun anggaran negara. Jangan sampai ekonomi kita tumbuh tinggi, tapi terganggu oleh bencana yang makin besar akibat perubahan iklim," tegasnya.
Ia mencontohkan bagaimana bencana seperti gempa dan tsunami di Palu menyedot anggaran besar untuk rekonstruksi, yang seharusnya bisa dialokasikan untuk sektor lain. Oleh karena itu, menurutnya, investasi dalam ekonomi hijau adalah langkah strategis untuk menghindari kerugian ekonomi yang lebih besar di masa depan.
Dengan semakin meningkatnya urgensi mitigasi perubahan iklim, Bambang menegaskan bahwa Indonesia perlu mengambil langkah konkret dalam transisi menuju ekonomi rendah karbon. Ia berharap pemerintah dan sektor bisnis dapat lebih serius dalam memasukkan prinsip keberlanjutan ke dalam strategi pembangunan nasional.
PLN Optimistis Energi Hijau Meningkat
PT PLN (Persero) melihat peluang besar dalam pengembangan energi hijau (green energy) seiring dengan meningkatnya peralihan dari energi fosil ke listrik. Hal ini didukung oleh proyeksi pertumbuhan kendaraan listrik dan infrastruktur pendukungnya di Indonesia.
VP Perencanaan Produk Niaga PLN, Rudiana Nurhadian, mengungkapkan bahwa tren ini cukup menjanjikan. Berdasarkan roadmap yang ada, pada tahun 2030 diperkirakan akan ada sekitar 120 ribu kendaraan listrik yang beroperasi di Indonesia, dengan jumlah Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) mencapai sekitar 60 ribu unit.
"Saat ini dengan populasi mobil sebesar 68 ribu (unit), SPKHL yang terpasang 2200 hingga 2300, energi yang dihasilkan itu sebesar 9 ribu MWH atau 9 GWH,” ujar Rudiana usai menghadiri acara Kabar Bursa Economic Insight 2025, Greenomic Indonesia: Challenges in Banking, Energy Transition, and Net Zero Emissions di Jakarta, Rabu 26 Februari 2025.
Adapun dengan tren pertumbuhan yang semakin meningkat, PLN memperkirakan kebutuhan energi listrik untuk kendaraan listrik akan terus bertambah secara eksponensial. Oleh karena itu, PLN telah memasukkan proyeksi kebutuhan energi kendaraan listrik ini ke dalam Rencana Pengembangan Tenaga Listrik (RPTDL).
"Kami sudah memproyeksikan kebutuhan energi listrik untuk kendaraan listrik (EV) dalam RPTDL. Berdalam RPTDL PLN yang itu merupakan RPTDL paling green sepanjang sejarah di Indonesia,” tambahnya.
Investasi Kendaraan Listrik Dari China
PT PLN (Persero) menyatakan siap menyambut potensi masuknya investasi kendaraan listrik dari China ke Indonesia, seiring dengan ancaman mantan Presiden AS Donald Trump yang berencana menghentikan keberadaan mobil listrik China di Amerika Serikat.
VP Perencanaan Produk Niaga PLN, Rudiana Nurhadian, mengungkapkan bahwa informasi tersebut sudah diterima oleh pihaknya dan bisa menjadi peluang besar bagi Indonesia.
"Ini bisa jadi berkah bagi Indonesia. Jika China menarik pasarnya yang sebelumnya ke Amerika, biasanya ke selatan, maka salah satunya Indonesia," ujar Rudiana usai menghadiri acara KabarBursa Economic Insight 2025, Greenomic Indonesia: Challenges in Banking, Energy Transition, and Net Zero Emissions di Jakarta, Rabu 26 Februari 2025.
Menanggapi potensi masuknya produsen kendaraan listrik dan infrastruktur pendukungnya, PLN mengaku telah menyiapkan berbagai langkah strategis untuk mendukung ekosistem kendaraan listrik nasional.
"Kami secara aktif memang, terus berkolaborasi gitu ya. Setiap ada pabrikan baru yang datang, ataupun juga mitra baru yang datang, kami selalu secara intensif berkolaborasi melalui berbagai kerjasama." jelasnya.
PLN sendiri telah membangun kerja sama dengan berbagai pihak, mulai dari Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), produsen mobil listrik, asosiasi industri, hingga penyedia infrastruktur pengisian daya. Salah satu langkah besar yang telah dilakukan adalah menggelar penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) terbesar pada tahun 2024, yang melibatkan banyak pemangku kepentingan dalam satu acara.
"Kami sudah masuk ke komunitas, kita masuk juga ke ATPM, hingga produsen komponen charger. Tentunya, kami juga mendapatkan support dari pemerintah. Semua area sudah kami petakan dan kami jajaki untuk kolaborasinya," tambahnya.
Menurut Rudiana, kunci utama dalam mempercepat pertumbuhan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia adalah kolaborasi yang erat antara berbagai pihak. Dengan semakin berkembangnya infrastruktur dan investasi kendaraan listrik, Indonesia berpotensi menjadi salah satu pasar utama di kawasan Asia Tenggara. (*)