KABARBURSA.COM – Direktur Transformasi untuk Keadilan (TuK Indonesia) Linda Rosalina menyoroti kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia di sektor kelapa sawit. Menurutnya, kerja sama Indonesia-Malaysia di bawah pemerintahan Prabowo harus meningkatkan derajat kepentingan Indonesia.
“Kita tahu bahwa sebelum pemerintahan Prabowo, Investasi dalam bentuk obligasi dan saham Malaysia di Indonesia khususnya sektor sawit per Juni 2024 sebesar Rp49 triliun atau setara dengan 30 persen dari total investasi sawit di Indonesia,” kata Linda kepada kabarbursa.com, Rabu, 29 Januari 2025.
Linda mengungkapkan bahwa Negeri Jiran melalui Permodalan Nasional berhad merupakan investor terbesar sektor palm oil di Indonesia. Besaran investasinya mencapai Rp23,24 triliun. Di peringkat kedua, investor Malaysia melalui Employees Provident Fund juga menggelontorkan Rp15,23 triliun di sektor yang sama.
Jumlah ini merupakan yang tertinggi jika dibandingkan dengan negara lain seperti Amerika Serikat dan Inggris. Oleh karena itu, kata dia, menjadi penting bagi Presiden Prabowo untuk memastikan inevestasi Malaysia ini mematuhi hukum yang berlaku di Indonesia.
Ia juga mendesak pemerintahan Prabowo untuk dapat menjalankan komitmen dan kebijakan global, khususnya dalam sektor pembangunan berkelanjutan. “Investasi Malayasia harus benar-benar melakukan due diligence dengan mengedepankan aspek ESG,” ujarnya.
Selain taat aturan, Linda juga mengimbau agar pemerintah dapat menjadikan kerja sama Indonesia dan Malaysia di sektor sawit untuk dapat mengadopsi konsep pembangunan kebun sawit berbasis masyarakat dan koperasi yang telah berhasil di Malaysia.
“Prabowo juga perlu menegaskan kerjasama ini untuk memastikan bahwa budaya Indonesia tidak terus-menerus diklaim oleh Malaysia, serta memastikan bahwa pekerja migran Indonesia memperoleh hak-haknya dengan baik, agar kasus tragis seperti pembunuhan warga Indonesia oleh warga Malaysia tidak terulang lagi,” ujarnya.
Memulai Kerja Sama di Sektor Sawit
Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso alias Busan baru saja menuntaskan pertemuan strategis dengan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim pada Senin, 27 Januari 2025.
Tujuan dari kerja sama ini adalah meningkatkan sektor sawit yang merupakan komoditas andalan dua negara yang menguasai 80 persen produksi global. Sektor ini diklaim mampu meningkatkan keuntungan Indonesia karena memiliki kelebihan dari sisi besaran lahan yang dimiliki.
“Pada pertemuan, Presiden Prabowo mengatakan, setiap negara yang dikunjungi selalu mengatakan perlu kelapa sawit. Presiden Prabowo pun berharap kerja sama Indonesia dan Malaysia untuk sektor ini dapat ditingkatkan,” ujar Busan dalam keterangan resmi yang dikutip kabarbursa.com di Jakarta, Rabu, 29 Januari 2025.
Sebagai dua raksasa produsen sawit dunia, Indonesia dan Malaysia punya kepentingan besar untuk menjaga stabilitas industri ini. Busan mengapresiasi dukungan Malaysia dalam upaya memperkuat kolaborasi. Ia lantas menegaskan Indonesia menginginkan kerja sama dengan Malaysia tetap berlanjut guna menghadapi berbagai hambatan baru dalam ekspor sawit ke pasar global.
Di luar sektor sawit, hubungan dagang Indonesia-Malaysia juga masih sehat. Malaysia menempati peringkat keenam sebagai tujuan ekspor dan peringkat kelima sebagai sumber impor bagi Indonesia. Pemerintah menghendaki kerja sama ini dapat berlangsung dengan baik serta menguntungkan kedua negara. Karena, kebutuhan dunia kepada palm oil cukup besar dan harganya terus meningkat dari waktu ke waktu.
Selama Januari-November 2024, total perdagangan kedua negara tercatat USD 21,06 miliar (Rp336,96 triliun). Dari angka itu, ekspor Indonesia ke Malaysia mencapai USD 10,97 miliar (Rp175,52 triliun), sementara impor dari Malaysia sebesar USD 10,09 miliar (Rp161,44 triliun). Hasilnya? Indonesia masih mencatatkan surplus perdagangan sebesar USD 882 juta (Rp14,11 triliun).
Sedangkan tahun 2023, total perdagangan Indonesia-Malaysia lebih besar lagi, yakni USD 23,2 miliar (Rp371,2 triliun). Ekspor Indonesia ke Malaysia mencapai USD 12,5 miliar (Rp200 triliun), sementara impornya USD 10,8 miliar (Rp172,8 triliun). Artinya, Indonesia tetap surplus USD 1,7 miliar (Rp27,2 triliun).
Bukan cuma sawit, Indonesia juga rutin mengirimkan bahan bakar mineral, minyak nabati dan hewani, kendaraan, besi baja, hingga tembaga ke Malaysia. Sebaliknya, Indonesia mengimpor mesin dan peralatan mekanis, plastik, perlengkapan elektronik, bahan kimia organik, serta besi baja dari Negeri Jiran.
Dari sisi investasi, Malaysia juga jadi salah satu investor asing terbesar di Indonesia. Pada 2023, Malaysia masuk dalam daftar lima besar sumber Foreign Direct Investment (FDI).
Investasi Malaysia ke Indonesia tahun itu tercatat USD 4,06 miliar (Rp64,96 triliun), naik 21,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya.