KABARBURSA.COM - Minyak jelantah yang biasanya terbuang karena dianggap limbah rumah tangga hingga industri pengolahan makanan, kini dapat ditukar menjadi rupiah.
Sebab Pertamina sedang aktif menggelar program pengumpulan minyak jelantah atau Used Cooking Oil (UCO). Program tersebut dinamakan Green Movement UCO, hasil kerja sama antara MyPertamina dan UCOllect.
Adapun tujuan dari program Pertamina tersebut yaitu untuk melakukan tracing pengumpulan minyak jelantah.
Sementara ini, program Green Movement UCO diterapkan di sejumlah SPBU dan rumah sakit IHC Pertamina. Program tersebut diklaim mendapat tanggapan positif dari masyarakat.
Menurut Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga, Heppy Wulansari, pihaknya begitu mengapresiasi masyarakat. Ia menyebut, Pertamina Patra Niaga menawarkan beragam keuntungan yang bisa didapatkan masyarakat apabila berpartisipasi pada program mengumpulkan minyak jelantah di UCollect Box.
Masyarakat akan memperoleh hadiah berupa saldo e-wallet UCollect untuk setiap minyak jelantah yang dikumpulkan.
“Besaran saldo e-wallet ini akan fluktuatif menyesuaikan harga minyak jelantah di pasaran. Saat ini per liter dihargai kisaran Rp6.000 per liter dengan update harian melalui apps MyPertamina," ungkap Heppy dalam keterangan resmi yang dikutip di Jakarta, Senin 20 Januari 2025.
Lebih lanjut, Green Movement UCO ini merupakan program pilot project yang bekerja sama dengan Noovoleum dan telah tersertifikasi internasional sebagai pengumpul minyak jelantah atau UCO.
Saat ini terdapat tujuh titik pengumpulan yang berada di sejumlah daerah. Lokasinya antara lain; Kantor Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Barat di Jakarta Pusat, Rumah Sakit Pertamina Pusat di Jakarta Selatan, Rumah Sakit Pelni di Jakarta Barat, SPBU 31.401.01 Dago Bandung, SPBU 31.128.02 MT Haryono Jakarta Selatan, SPBU 31.134.02 Kalimalang Jakarta Timur, dan SPBU 31.153.01 BSD Tangerang Selatan.
Ke depannya, tujuh titik tersebut akan terus di evaluasi berkelanjutan untuk ekspansi ke lokasi lainnya di Indonesia.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengumumkan akan memperketat ekspor produk turunan kelapa sawit melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26 Tahun 2024 tentang Ketentuan Ekspor Produk Turunan Kelapa Sawit.
Peraturan yang mulai berlaku sejak 8 Januari 2025 ini, mulai disosialisasikan pada 14 Januari lalu di Bekasi, Jawa Barat kepada para pemangku kepentingan sektor produk kelapa sawit dan turunannya.
Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim, Permendag Nomor 2 Tahun 2025 memperketat ekspor limbah pabrik kelapa sawit (Palm Oil Mill Effluent atau POME), residu minyak sawit asam tinggi (High Acid Palm Oil Residue atau HAPOR), dan minyak jelantah (Used Cooking Oil atau UCO.
Adapun tujuan terbitnya Permendag Nomor 2 Tahun 2025 yakni untuk menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri minyak goreng dalam pelaksanaan program minyak goreng rakyat.
Di samping itu, aturan tersebut juga untuk mendukung implementasi penerapan BBM B40 atau biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40 persen.
“Berdasarkan Permendag ini, kebijakan ekspor UCO dan residu dibahas dan disepakati dalam rapat koordinasi (rakor) yang dipimpin Kementerian Koordinator Bidang Pangan. Pembahasan pada rakor ini termasuk ada tidaknya alokasi ekspor yang menjadi persyaratan untuk mendapat Persetujuan Ekspor (PE),” jelas Isy dalam keterangannya, dikutip, Jumat, 17 Januari 2025.
Menurut Isy, pengambilan kesepakatan dalam rakor tersebut guna dapat mengekspor UCO dan residu kelapa sawit lainnya, didasari beberapa faktor mulai dari kebijakan lain yang membatasi ekspor UCO dan residu seperti pengenaan bea keluar yang akan diberlakukan, penyesuaian angka konversi hak ekspor hasil dari Domestic Market Obligation (DMO), angka produksi dan konsumsi dalam negeri dari UCO dan residu, serta hak ekspor UCO dan residu yang dimiliki oleh eksportir.
“Di luar itu, bagi para eksportir yang memiliki PE UCO dan PE residu yang telah diterbitkan berdasarkan Permendag sebelumnya, tetap dapat melaksanakan ekspor. PE-nya masih berlaku sampai masa berlakunya berakhir,” terang Isy.
Kilang Pertamina Internasional (KPI) yang menjadi andalan Subholding Refining & Petrochemical, ikut mendukung program pemerintah terkait bahan bakar solar campuran biodiesel berbasis minyak sawit sebanyak 40 persen alias B40. Program ini telah resmi diterapkan mulai 1 Januari 2025.
Implementasi program B40 sudah diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 341.K/EK.01/MEM.E/2024. Dalam aturan itu, dinyatakan jelas bahwa pencampuran solar dan biodiesel berbasis sawit dengan takaran campuran 40 persen minyak sawit didanai oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS.
Direktur Utama Kilang Pertamina Internasional, Taufik Aditiyawarman mengatakan bahwa KPI sudah mulai menjalankan mandatori pemerintah dalam BBM B40 demi mendukung swasembada energi.
“Produksi Biosolar B40 ini tentunya juga akan menjadi kontribusi KPI dalam pencapaian Net Zero Emision di tahun 2060 atau lebih cepat, mendukung Sustainable Development Goals dalam menjamin akses energi yang terjangkau serta pada penerapan ESG,” ujar Taufik dalam keterengan tertulis yang diterima KabarBursa.com di Jakarta, Selasa, 14 Januari 2025.
Langkah ini sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto perihal ketahanan dan swasembada energi, sekaligus mendukung target pemerintah untuk mencapai net zero emission di tahun 2060. Bahkan, pemerintah sudah menyiapkan lompatan ke B50 alias campuran 50 persen biodiesel berbasis sawit mulai 2026.
Soal produksi B40, Pertamina mengandalkan dua kilang yaitu Kilang Plaju di Sumatera Selatan dan Kilang Kasim di Papua Barat Daya. Kedua kilang ini memang sudah dipersiapkan untuk menopang produksi skala besar demi memenuhi mandat produksi B40.
Sejatinya, Pertamina sudah lama berinovasi dalam BBM biosolar. Mereka mulai mengimplementasikan biosolar sejak era B20 pada Januari 2019, lalu naik ke B30 di tahun yang sama, meningkat lagi ke B35 di 2023, dan kini mencapai B40 pada awal 2025.
Kilang Plaju menargetkan produksi B40 sebesar 119.240 kiloliter (KL) per bulan, sementara Kilang Kasim dipatok memproduksi 15.898 KL per bulan. Sebagai bentuk realisasi awal, KPI bahkan sudah menggelar penyaluran perdana BBM Biosolar B40 pada hari ini: 5.000 KL dari Kilang Plaju dan 4.600 KL dari Kilang Kasim.
Taufik mengatakan kesiapan kilang produksi B40 ini bertujuan tidak hanya untuk menyediakan energi, tetapi memastikan bahwa energi ini lebih ramah lingkungan, mendukung aspek ekonomi, sosial, serta keberlanjutan.(*)
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.