KABARBURSA.COM - Ketua Komite Tetap Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Anthony Utomo, mengungkapkan bahwa Indonesia belum memanfaatkan sepenuhnya potensi energi terbarukan yang tersedia.
Saat ini, baru sekitar 14 persen energi baru terbarukan (EBT) yang dimanfaakan. Artinya, dari total 3.686 gigawatt sumber energi terbarukan yang dimiliki Indonesia, baru 13,7 gigawatt yang telah digunakan.
Untuk itu, Kadin mendorong Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk memanfaatkan energi bersih yang relatif ramah lingkungan. Hal ini wajar saja, mengingat berdasarkan data dari Indonesia Energy Transition Outlook 2024, UMKM telah menyumbang 216 juta ton CO2 selama kurun waktu 2023.
“UMKM memiliki peranan penting dalam mengakselerasi transisi energi karena tidak hanya mendukung pengembangan energi bersih, tetapi juga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja,” kata Anthony dalam seminar energi di Anugerah Dewan Energi Nasional, Jakarta, Rabu, 11 Desember 2024.
Lebih lanjut dia menilai, UMKM harus menjadi motor transisi energi mengingat potensinya yang cukup besar bagi perenomonian nasional. Dari 65 juta UMKM yang eksis di Indonesia, sektor ini mampu menyerap 97 persen tenaga kerja dan menyumbang Rp9.580 triliun atau setara 91 persen Produk Domestik Bruto (PDB).
Kendati demikian, kata Anthony, masih ada kendala dalam membawa UMKM transisi ke energi bersih. Salah satunya adalah belum banyak pelaku bisnis di UMKM yang memahami prinsip keberlanjutan, sehingga membuat sumbangan emisi yang cukup tinggi.
Keterbatasan akses pendanaan dan minimnya edukasi disinyalir menjadi penghambat UMKM dalam melakukan transisi dan memanfaatkan energi bersih di Indonesia.
“KADIN akan terus mendorong UMKM melakukan transformasi energi bersih melalui kampanye efisiensi energi, penerapan teknologi tepat guna, dukungan kebijakan dan regulasi, serta pendidikan dan pelatihan,” tutup Anthony.
Butuh Transformasi Birokrasi
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Bidang ESDM Kadin Indonesia Aryo P.S Djojohadikusumo, mengaku bahwa membawa UMKM melakukan transisi energi masuk ke dalam salah satu visi jangka panjang Kadin.
Agar dapat merealisasikan transisi energi di UMKM ini, menurut dia, membutuhkan proses transformasi birokrasi dan regulasi yang baik sehingga dapat mendukung iklim investasi serta pengembangan energi bersih, terutama pembangkit listrik berbasis energi bersih.
“Semakin banyak pasokan dan kepastian pembangkit energi terbarukan membuat semacam kritikal untuk mendorong pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8 persen,” tegas Aryo.
Selain transformasi birokrasi dan dukungan regulasi, proses transisi energi di UMKM juga membutuhkan dukungan kebijakan fiskal dan insentif yang menarik agar UMKM dapat segera beralih ke energi bersih.
Dari sisi harga, Ketua Komite Tetap Rencana Strategis dan Kelembagaan Bidang ESDM Kadin M Maulana, meminta agar energi bersih yang diterapkan harus kompetitif agar dapat dijangkau oleh UMKM.
“UMKM merupakan salah satu sektor yang sensitif terhadap harga, sehingga keberadaan energi bersih yang terjangkau akan sangat penting,” terang Maulana.
Agar dapat merealisasi program ini, Maulana berharap pemerintah dan swasta menjalin kerja sama dalam hal menggali potensi energi bersih yang masih bisa dikembangkan.
“Insentif selayaknya diberikan kepada mereka yang mengembangkan dan menggunakan energi bersih. Dengan begitu, akan terjadi akselerasi penggunaan energi bersih dari hulu ke hilir mulai produsen hingga konsumen,” ucap dia.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menandatangani dua nota kesepahaman (MoU) dengan China terkait sektor mineral. Penandatanganan ini disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto dan Presiden China Xi Jinping.
MoU pertama membahas tentang kerja sama di bidang mineral hijau dengan Menteri Perdagangan China (MOFCOM) H.E Wang Wentao. Sedangkan MoU kedua, mencakup kerja sama sumber daya mineral dengan Ketua National Development and Reform Commission (NDRC) H.E Zheng Shanjie.
“MoU ini menandai langkah baru dalam memperkuat kerja sama strategis antara Indonesia dan Tiongkok. Kolaborasi ini tidak hanya memperkokoh rantai pasokan mineral berkelanjutan, tetapi juga mendorong investasi besar untuk pengembangan energi bersih di kedua negara,” kata Menteri ESDM Bahlil Lahadalia beberapa waktu lalu.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, menambahkan bahwa kerja sama dalam pengembangan mineral hijau mencerminkan komitmen Indonesia dan China untuk mempercepat transisi energi ramah lingkungan secara global.
Ia juga menyebutkan bahwa kolaborasi ini memungkinkan Indonesia untuk berkontribusi dalam mewujudkan transisi energi yang adil dan inklusif. NDRC dan MOFCOM, sebagai dua lembaga utama di Tiongkok, memiliki peran penting dalam memberikan persetujuan investasi luar negeri bagi perusahaan-perusahaan China.
MoU tentang Kerja Sama Mineral Hijau dengan MOFCOM bertujuan untuk mendorong perkembangan industri mineral hijau di Indonesia, mulai dari proses penambangan hingga hilirisasi, sesuai dengan komitmen kedua negara dalam menghadapi perubahan iklim. Mineral hijau adalah bahan mineral yang penting bagi industri rendah karbon dan ramah lingkungan, di mana eksplorasi dan pengelolaannya dilakukan secara berkelanjutan pada setiap tahapannya.(*)