Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Rapor Seratus Hari Prabowo-Gibran

Rubrik: Editorial | Diterbitkan: 24 January 2025 | Penulis: Uslimin Usle | Editor: Uslimin Usle
Rapor Seratus Hari Prabowo-Gibran Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah melewati seratus hari pertama. Meski Presiden Prabowo menegaskan bahwa pemerintahannya tidak mengenal tradisi seratus hari, publik tetap menjadikan momen ini sebagai tolok ukur awal. Tradisi ini memberi kesempatan untuk mengevaluasi arah kebijakan, komitmen terhadap janji kampanye, dan efektivitas implementasi program. Prabowo mengklaim pemerintahannya telah mencatatkan capaian positif. “Kita berada di trajektori yang benar,” ujarnya dalam pengantar sidang kabinet. Ia menyebut kekompakan tim kabinet sebagai faktor kunci keberhasilan sejauh ini, terutama dalam meluncurkan program-program pro-rakyat. Namun, apakah klaim tersebut sepenuhnya selaras dengan kenyataan di lapangan?

KABARBURSA.COM - Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka telah melewati seratus hari pertama. Meski Presiden Prabowo menegaskan bahwa pemerintahannya tidak mengenal tradisi seratus hari, publik tetap menjadikan momen ini sebagai tolok ukur awal. Tradisi ini memberi kesempatan untuk mengevaluasi arah kebijakan, komitmen terhadap janji kampanye, dan efektivitas implementasi program.

Prabowo mengklaim pemerintahannya telah mencatatkan capaian positif. “Kita berada di trajektori yang benar,” ujarnya dalam pengantar sidang kabinet. Ia menyebut kekompakan tim kabinet sebagai faktor kunci keberhasilan sejauh ini, terutama dalam meluncurkan program-program pro-rakyat. Namun, apakah klaim tersebut sepenuhnya selaras dengan kenyataan di lapangan?

Terkatrol Program Populis

Salah satu program yang menjadi sorotan adalah Makan Bergizi Gratis (MBG). Sejak diluncurkan 6 Januari 2025, program ini telah melayani 650 ribu anak di 31 provinsi. Pemerintah menargetkan 15 juta penerima pada akhir September 2025, dan seluruh anak Indonesia pada akhir tahun yang sama. Dengan anggaran mencapai Rp71 triliun, MBG menunjukkan skala ambisius yang mampu menarik simpati publik.

Selain MBG, kebijakan penghapusan utang UMKM senilai Rp2,4 triliun untuk 67 ribu pelaku usaha juga menuai pujian. Meski begitu, angka ini hanya menyentuh sebagian kecil dari total 65 juta UMKM di Indonesia. Di sisi lain, pemerintah membatasi kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen hanya untuk barang dan jasa mewah senilai minimal Rp30 miliar, disertai insentif pajak senilai Rp265,6 triliun. Langkah ini dianggap berani dan pro-rakyat, meskipun tidak lepas dari tantangan fiskal.

Namun, ada kritik tajam terhadap pelaksanaan program-program tersebut. Program MBG, misalnya, dinilai terlalu sentralistik dan kurang melibatkan pemerintah daerah. Akibatnya, dampaknya terhadap penguatan kapasitas lokal menjadi minim. Hal ini menunjukkan bahwa program populis tanpa tata kelola yang matang hanya akan menjadi sekadar pencitraan politik jangka pendek.

Survei Litbang Kompas pada 4-10 Januari 2025 mencatat tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran mencapai 80,9 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan pemerintahan sebelumnya yang hanya mencatat 65,1 persen pada periode yang sama. Kepemimpinan Prabowo dinilai berorientasi pada kepentingan rakyat, dengan 94,1 persen responden menilai dirinya sebagai pemimpin yang dekat dengan masyarakat.

Tingkat kepuasan ini tak lepas dari sejumlah kebijakan populis yang dianggap memenuhi janji kampanye. Namun, apresiasi publik tidak cukup untuk menjawab pertanyaan mendasar: apakah pemerintahan ini mampu menghadirkan reformasi struktural yang dibutuhkan?

Proyek besar seperti food estate misalnya, justru menjadi tanda tanya. Alih-alih memberikan solusi nyata untuk ketahanan pangan, proyek ini dituding hanya menambah daftar panjang kebijakan yang tidak jelas arah dan manfaatnya. Sementara itu, kebijakan besar lain seperti tax amnesty baru sebatas wacana, memperkuat kesan bahwa reformasi struktural belum menjadi prioritas utama.

Prestasi dan Kontroversi Kabinet

Kinerja Kabinet Merah Putih dalam seratus hari pertama tidak seragam. Beberapa menteri seperti Menteri Agama Nasaruddin Umar mendapat apresiasi atas kinerjanya. Namun, ini lebih sebagai pengecualian ketimbang aturan. Sebagian menteri justru menyita perhatian karena kontroversi.

Menteri Kelautan dan Perikanan, misalnya, memicu polemik terkait rencana pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer. Sikap Menteri yang tampak bertentangan dengan instruksi Presiden dalam menindak pelanggaran ini menuai kritik keras dari masyarakat. Di sisi lain, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi menghadapi demo staf internal akibat dugaan tindakan sewenang-wenang akibat intervensi keluarga.

Lebih jauh, kabinet ini menghadapi tudingan bahwa komposisinya yang membengkak tidak mencerminkan efisiensi, melainkan kepentingan politik pragmatis. Beberapa kementerian terlihat lebih sibuk dengan agenda politik ketimbang tugas pokoknya. Jika dibiarkan, hal ini dapat menggerogoti kepercayaan publik dan menjadi beban politik serius bagi Presiden Prabowo.

Wakil Presiden yang Tenggelam

Di tengah sorotan terhadap kabinet, peran Wakil Presiden Gibran juga menjadi perhatian. Dengan skor 3/10 dari Celios, Gibran dianggap gagal menunjukkan kontribusi signifikan. Ia dinilai belum mampu membangun komunikasi publik yang efektif atau memberikan arah kebijakan yang jelas kepada para menteri.

Sebagai wakil, Gibran seharusnya menjadi penyeimbang dan katalisator dalam pemerintahan. Namun, perannya sejauh ini lebih terlihat simbolis, berada di bawah bayang-bayang Presiden Prabowo. Tanpa peningkatan peran, Wakil Presiden Gibran berisiko hanya menjadi pelengkap politik tanpa daya ungkit nyata.

Sempat membuat gebrakan dengan meluncurkan posko pengaduan “Lapor Mas Wapres”, performa Gibran bagai benang basah. Sulit berdiri tegak dan lepas dari bayang-bayang Presiden dengan kepemimpinnya yang super strong. Berbagai blunder dan salah ucap di depan para pejabat negara dan pejabat daerah, benar-benar menggiring putra sulung mantan Presiden Joko Widodo itu ke lorong senyap pemerintahan.

Reformasi dan Risiko Fiskal

Di balik euforia tingkat kepuasan tinggi, tantangan nyata menanti. Program-program populis, meskipun menarik, membutuhkan pendanaan besar yang berisiko mengganggu stabilitas fiskal. Ekonom mengingatkan bahwa tanpa pengelolaan yang hati-hati, reputasi fiskal Indonesia yang selama ini terjaga bisa terancam.

Pemerintahan Prabowo-Gibran juga harus berhadapan dengan kebutuhan mendesak akan reformasi struktural. Mulai dari efisiensi birokrasi, pengelolaan anggaran, hingga tata kelola proyek strategis nasional, semuanya membutuhkan perhatian serius. Tanpa langkah nyata, capaian populis hanya akan menjadi pencapaian jangka pendek yang tidak berkelanjutan.

Pada akhirnya, seratus hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran telah menunjukkan sejumlah keberhasilan. Terutama dalam memenuhi janji kampanye. Namun, keberhasilan ini masih lebih banyak bersifat permukaan. Reformasi mendalam di bidang fiskal, birokrasi, dan tata kelola program belum tampak jelas.

Publik membutuhkan lebih dari sekadar program populis yang memikat. Konsistensi, transparansi, dan keberlanjutan adalah kunci untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Jika pemerintah tidak mampu menjawab tantangan ini, euforia tingkat kepuasan publik bisa berubah menjadi kekecewaan kolektif.

Ya, pemerintahan ini harus membuktikan bahwa mereka tidak hanya bersembunyi di balik retorika dan angka survei. Jika tidak, lima tahun ke depan hanya akan diingat sebagai parade politik tanpa substansi yang nyata. (*)