Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Papua Nugini dan Pertaruhan Hutan Tropisnya di Pasar Karbon

Pemerintah PNG, melalui Menteri Lingkungan Hidup Simo Kilepa, telah mengumumkan rencana pencabutan moratorium pasar karbon yang diberlakukan sejak 2022.

Rubrik: Carbon Trading | Diterbitkan: 17 April 2025 | Penulis: Yunila Wati | Editor: Yunila Wati
Papua Nugini dan Pertaruhan Hutan Tropisnya di Pasar Karbon Ilustrasi perdagangan karbon global. (Gambar dibuat oleh Meta AI untuk KabarBursa.com)

KABARBURSA.COM - Papua Nugini (PNG), negara kepulauan yang menempati bagian timur Pulau New Guinea, saat ini berada di persimpangan penting antara pelestarian lingkungan dan pembangunan ekonomi. Dengan hutan hujan tropis yang menyelimuti sekitar 75 persen wilayahnya, PNG menjadi salah satu dari tiga negara dengan hutan tropis terbesar di dunia. 

Keanekaragaman hayatinya mencengangkan, namun kekayaan ekologis ini menghadapi tantangan besar dari tekanan global, kepentingan komersial, dan kurangnya regulasi internasional yang ketat.

Pemerintah PNG, melalui Menteri Lingkungan Hidup Simo Kilepa, telah mengumumkan rencana pencabutan moratorium pasar karbon yang diberlakukan sejak 2022. Kabar ini disambut dengan antusias oleh banyak pihak yang menilai bahwa pasar karbon bisa menjadi solusi finansial yang adil untuk konservasi hutan. 

Pemerintah bahkan mengungkapkan ambisinya untuk menjadi pemain utama dalam pasar karbon internasional, yang kini tengah berkembang pesat sebagai bagian dari agenda pengurangan emisi global.

Namun, realita di lapangan menunjukkan bahwa mekanisme ini jauh dari sempurna. Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah perusahaan asing telah mengakuisisi hak atas lahan hutan di PNG untuk menjalankan proyek kredit karbon. Proyek-proyek ini menjanjikan perlindungan hutan dari deforestasi, dengan imbalan keuntungan finansial melalui penjualan kredit karbon kepada entitas yang ingin mengimbangi emisi mereka. 

Sayangnya, investigasi jurnalis Australia mengungkap fakta bahwa penebangan masih berlangsung di kawasan-kawasan yang seharusnya dilindungi oleh skema ini.

Di tengah janji manis keuntungan ekonomi, masyarakat adat yang secara legal memiliki hak atas tanah-tanah ini justru kerap dikecewakan. Banyak dari mereka tidak pernah menerima manfaat nyata dari proyek karbon tersebut. 

Hal ini memicu konflik lahan dan munculnya istilah “koboi karbon” yang merujuk pada aktor-aktor asing yang hanya mengejar keuntungan jangka pendek tanpa mempertimbangkan keberlanjutan sosial maupun ekologis. Situasi ini diperparah oleh belum adanya standar global yang mengikat dalam pasar karbon sukarela, sehingga membuka celah terjadinya penyalahgunaan dan penjualan kredit karbon yang tidak memiliki nilai nyata dalam pengurangan emisi.

Padahal, kekayaan ekologis Papua Nugini sangat luar biasa. Hutan-hutannya merupakan rumah bagi lebih dari 200 spesies mamalia, sekitar 20.000 spesies tumbuhan, 1.500 jenis pohon, dan 750 spesies burung—setengah di antaranya hanya ditemukan di wilayah ini. 

Dari anggrek terbesar di dunia hingga kupu-kupu raksasa Ornithoptera alexandrae, lanskap PNG menyimpan harta karun biologis yang belum sepenuhnya dieksplorasi. Pulau ini bahkan mencakup lima dari 142 ekoregion penting menurut World Wide Fund for Nature (WWF), dengan lanskap mulai dari hutan hujan pegunungan, sabana kering, hingga pegunungan tinggi di luar Himalaya.

Bagi masyarakat adat seperti suku Maisin, hutan bukan sekadar aset ekologis, tetapi fondasi kehidupan. Mereka menggantungkan hidup pada hasil hutan untuk pangan, obat-obatan, bahan bangunan, dan sumber spiritual. 

Konstitusi PNG mengakui hak-hak mereka atas tanah, menjadikan masyarakat adat sebagai pemilik sah hutan-hutan tersebut. Namun, kenyataannya, perluasan perkebunan kelapa sawit dan praktik penebangan terus menekan ruang hidup mereka. Ironisnya, sebagian besar hasil kelapa sawit ini bukan untuk konsumsi domestik, melainkan ditujukan untuk ekspor, memperlihatkan ketimpangan antara eksploitasi dan kesejahteraan lokal.

Pasar karbon bisa menjadi jembatan penting menuju masa depan yang lebih hijau dan adil di Papua Nugini, asalkan dibangun di atas fondasi transparansi, penghormatan terhadap hak adat, serta standar internasional yang kuat dan mengikat. Tanpa hal itu, kekayaan hayati dan budaya yang luar biasa dari negeri ini bisa terkikis oleh janji-janji palsu yang dibungkus dalam jargon hijau. 

Keuntungan Perdagangan Karbon Bagi Investor

Perdagangan karbon bisa sangat menguntungkan bagi investor, tergantung pada sejumlah faktor seperti regulasi, kredibilitas proyek, dan permintaan pasar. 

Keuntungan bagi investor:

Kredit karbon bisa dijual ke perusahaan atau negara yang membutuhkan offset emisi mereka, dan harganya bisa naik tajam tergantung permintaan pasar serta regulasi pemerintah.

Di pasar sukarela, harga kredit karbon berkisar dari USD1 hingga USD50 per ton CO₂, sementara di pasar wajib seperti Uni Eropa, bisa lebih dari USD90 per ton CO₂.

Investasi karbon termasuk dalam kategori "green investment" atau investasi berkelanjutan, yang makin populer di kalangan investor institusional.

Komitmen internasional terhadap pengurangan emisi karbon (misalnya Paris Agreement) mendorong permintaan terhadap kredit karbon, membuat sektor ini semakin menarik.

Perusahaan yang aktif dalam perdagangan karbon bisa meningkatkan citra ESG mereka di mata investor dan pubik.

Risiko dan Tantangan:

1. Kurangnya Standar Global

Belum adanya standar yang seragam membuat beberapa proyek tidak valid atau menjual kredit karbon “tak bernilai,” merugikan investor.

2. Ketergantungan pada Regulasi

Jika pemerintah tiba-tiba mengubah kebijakan atau mencabut izin proyek, nilai investasi bisa jatuh drastis.

3. Masalah Etika dan Sosial

Proyek yang tidak menghormati hak masyarakat adat bisa menimbulkan konflik, tuntutan hukum, atau bahkan boikot publik.

4. Volatilitas Pasar

Harga kredit karbon bisa sangat fluktuatif tergantung sentimen pasar, kondisi ekonomi global, dan perubahan iklim kebijakan.

Investor Wajib Paham

Perdagangan karbon berpotensi sangat menguntungkan, terutama bagi investor yang mampu memilih proyek berkualitas tinggi dengan dampak nyata terhadap lingkungan. Namun, untuk sukses di sektor ini, investor harus paham konteks lokal, risiko sosial, dan perubahan kebijakan internasional.

Berikut adalah beberapa contoh proyek kredit karbon yang menguntungkan dan negara dengan pasar karbon yang menjanjikan:

  1. Microsoft dan AtmosClear di Louisiana, AS.
  2. CO280 dan Pabrik Kertas di AS
  3. TerraPass di Wisconsin dan Massachusetts

Sedangkan negara dengan pasar karbon menjanjikan adalah Kolombia, Kenya dan Singapura.(*)