KABARBURSA.COM - Efek dari suku bunga yang melambung mulai terlihat jelas pada sejumlah bank besar. Beban bunga yang harus mereka tanggung meningkat secara dramatis selama kuartal III-2023. Hal ini berlawanan dengan kondisi pendapatan bunga, yang mengakibatkan pendapatan bunga bersih (Net Interest Income/NII) tergerus.
Meskipun likuiditas industri perbankan masih terjaga dengan baik, para bank perlu berhati-hati saat menaikkan suku bunga produk kredit mereka. Alasannya, permintaan pembiayaan pada tahun ini belum menggembirakan.
Hingga September 2023, penyaluran kredit oleh sektor perbankan masih di bawah target yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pertumbuhan kredit hanya mencapai 8,96 persen YoY, padahal BI telah merevisi target pertumbuhan kredit dari 10 persen-12 persen menjadi 9 persen-11 persen.
Untuk mengatasi situasi ini, bank-bank memilih untuk menggenjot dana murah atau Current Account Savings Account (CASA). Mereka berharap bahwa strategi ini akan membantu mereka mengendalikan beban bunga dan menjaga pertumbuhan laba.
Dalam upaya yang sama, Direktur Risk Management PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., David Pirzada, menjelaskan bahwa mereka telah mengambil langkah-langkah agresif untuk meningkatkan rasio transaksi close loop dengan nasabah-nasabahnya. Selain itu, BNI juga meningkatkan cross-sell serta value chain.
Dengan strategi ini, harapannya adalah BNI dapat menjadi bank transaksi utama bagi nasabah mereka. Hal ini akan membantu mereka mempertahankan rasio CASA di atas 70 persen. Selain itu, strategi ini akan menciptakan pendapatan fee yang lebih tinggi, yang pada akhirnya akan membantu menurunkan Cost of Fund (biaya sumber dana), meningkatkan Net Interest Margin (marjin bunga bersih), dan akhirnya, laba yang lebih besar. Ini merupakan langkah yang diambil oleh David saat dihubungi oleh CNBC Indonesia pada Selasa (8/11/2023).
Selain itu, mereka juga berencana untuk melakukan repricing untuk para debitur mereka. BNI menargetkan kenaikan suku bunga kredit rata-rata sebesar 50 basis poin (bps).
Perlu diinformasikan bahwa BNI mencatatkan peningkatan beban bunga hingga mencapai 66,3 persen YoY pada September 2023. Dampaknya adalah pertumbuhan pendapatan bunga bersih perusahaan yang tertekan, hanya mencapai 3,1 persen YoY. Meskipun begitu, pada periode ini, BNI mencatatkan laba bersih sebesar Rp 15,75 triliun, yang naik sebesar 15,05 persen YoY.
Di tempat lain, Sigit Prastowo, Direktur Keuangan dan Strategi PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), menjelaskan bahwa mereka terus berupaya untuk menjaga biaya bunga tetap pada tingkat rendah. Upaya ini dilakukan dengan mengoptimalkan platform digital seperti Livin' dan Kopra untuk mengakuisisi dan meningkatkan basis dana murah.
Hingga September 2023, mereka memiliki rasio CASA yang kuat mencapai 78,78 persen, hanya untuk entitas perbankan. Ini menunjukkan komitmen mereka dalam mengelola sumber dana yang murah. Dalam penetapan suku bunga kredit, Bank Mandiri tidak hanya mempertimbangkan biaya sumber dana, tetapi juga tingkat suku bunga pasar dan kondisi keuangan debitur.
Karena itu, mereka berencana untuk melakukan repricing secara selektif, terutama pada portofolio kredit yang harga penentuannya berdasarkan suku bunga referensi (reference rate). Sejalan dengan langkah yang diambil oleh BNI, Bank Mandiri juga mencatatkan peningkatan beban bunga yang terbilang tinggi, mencapai 51,35 persen YoY, sementara pendapatan bunga naik 20,61 persen YoY. Bank ini mencatatkan laba bersih sebesar Rp 39,1 triliun, yang naik sebesar 27,4 persen YoY.
Kondisi serupa juga terjadi pada PT Bank Central Asia Tbk. (BCA). Beban bunga bank swasta terbesar di Tanah Air ini naik 46 persen YoY, jauh dibandingkan dengan pendapatan bunga yang hanya naik 24,28 persen YoY.
Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA, mengatakan bahwa pihaknya senantiasa mengkaji tingkat suku bunga, baik dari sisi kredit maupun deposito.
Terdapat berbagai pertimbangan, termasuk kondisi likuiditas, dinamika kompetisi, suku bunga Bank Indonesia, kondisi ekonomi, dan tingkat permintaan kredit di berbagai segmen. Menurut Hera, kenaikan cost of fund BCA relatif terjaga pada tingkat yang dapat ditoleransi. Dengan demikian, hingga saat ini, BCA belum melakukan penyesuaian tingkat suku bunga kredit di segmen komersial dan UKM sejak terjadi kenaikan suku bunga BI7DRR. Mereka juga menawarkan berbagai program menarik di segmen KPR dan KKB.
Artikel ini disediakan untuk tujuan informasi semata dan bukan merupakan ajakan, rekomendasi, atau instruksi untuk membeli atau menjual saham. Segala bentuk analisis dan rekomendasi saham sepenuhnya berasal dari pihak analis atau sekuritas yang bersangkutan. KabarBursa.com tidak bertanggung jawab atas keputusan investasi, kerugian, atau keuntungan yang timbul akibat penggunaan informasi dalam artikel ini. Keputusan investasi sepenuhnya merupakan tanggung jawab investor. Investor diharapkan melakukan riset independen dan mempertimbangkan risiko dengan cermat sebelum mengambil keputusan investasi.