Memuat tanggal…
Daftar Masuk
Navigasi Investasi Anda
Search

Sentimen Deflasi Picu Rupiah Membaik Tipis

Rubrik: Market Hari Ini | Diterbitkan: 02 July 2024 | Penulis: KabarBursa.com | Editor: Redaksi
Sentimen Deflasi Picu Rupiah Membaik Tipis

KABARBURSA.COM - Kurs rupiah menguat pada Senin 1 Juli 2024. Rupiah di pasar spot menguat 0,33 persen ke level Rp 16.321 per dolar Amerika Serikat (AS).

Sementara itu, di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), rupiah juga naik 0,23 persen ke level Rp 16.355 per dolar AS.

Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, penguatan rupiah didorong sentimen deflasi bulanan di Indonesia pada Juni 2024. Indeks Harga Konsumen (IHK) Indonesia mencatat deflasi bulanan sebesar 0,08 persen Month on Month (MoM) pada Juni 2024, lebih dalam dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar 0,03 persen MoM.

Selain itu, secara tahunan, inflasi melambat menjadi 2,51 persen secara year on year (YoY) dari 2,84 persen YoY. Perlambatan inflasi tahunan ini meningkatkan real yield dari aset domestik, sehingga menarik aliran masuk ke pasar keuangan domestik.

“Penguatan rupiah juga didukung sentimen risk-on di pasar global, sejalan dengan hasil Pemilu Prancis,” kata Josua kepada media, Senin 1 Juli 2024 kemarin.

Namun, Josua memprediksi rupiah akan bergerak melemah terbatas, seiring dengan proyeksi membaiknya data-data manufaktur dan konstruksi AS.

Sementara itu, Analis Pasar Mata Uang, Lukman Leong, memperkirakan bahwa rupiah akan cenderung stabil dengan potensi menguat terbatas, didukung oleh data ekonomi China yang menunjukkan kekuatan dalam beberapa hari terakhir, serta data yang menunjukkan moderasi inflasi di AS.

“Namun, investor cenderung wait and see menantikan pidato Powell pada Selasa malam 2 Juli 2024 serta data-data ekonomi penting AS sepanjang pekan ini,” kata Lukman, Senin 1 Juli 2024.

Lukman memproyeksikan rupiah akan berada di kisaran Rp 16.300 - Rp 16.400 per dolar AS pada perdagangan Selasa 2 Juli 2024. Sedangkan Josua memperkirakan rupiah akan bergerak di kisaran Rp 16.300 - Rp 16.425 per dolar AS.

Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data terbaru mengenai kondisi deflasi di Indonesia pada Juli 2024. Data tersebut menunjukkan perkembangan penting dalam perekonomian nasional.

Pada bulan Juli 2024, Indonesia mencatat deflasi bulanan sebesar 0,15 persen Month on Month (MoM). Angka ini menunjukkan peningkatan deflasi dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,08 persenMoM. Penurunan harga di berbagai sektor, terutama pangan dan transportasi, menjadi kontributor utama deflasi ini.

Dengan deflasi yang terjadi, BPS memperkirakan bahwa kebijakan moneter yang akomodatif akan terus mendukung pertumbuhan ekonomi. Selain itu, stabilitas harga diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat, mendorong konsumsi domestik, dan menarik lebih banyak investasi.

Deflasi pada Juli 2024 mencerminkan keberhasilan kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah dan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas harga. Data ini menjadi sinyal positif bagi perekonomian Indonesia, memberikan harapan untuk pertumbuhan yang lebih kuat dan berkelanjutan di masa mendatang.

Pasar keuangan global terus mengalami fluktuasi yang signifikan, mempengaruhi berbagai aspek ekonomi termasuk nilai tukar mata uang dan instrumen keuangan. Respons Bank Indonesia (BI) terhadap dinamika ini menjadi krusial untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik.

Pada akhir pekan lalu, 28 Juni 2024, pergerakan rupiah menunjukkan volatilitas yang cukup mencolok. Meskipun dibuka pada level Rp 16.410 per dolar AS pada Jumat pagi, rupiah kemudian mengalami koreksi dari level penutupan Kamis sebelumnya yang mencapai Rp 16.395 per dolar AS. Fenomena ini mencerminkan sensitivitas pasar terhadap berita dan kebijakan yang mempengaruhi sentimen investor.

Penurunan yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun menjadi 7,07 persen pada Jumat pagi menunjukkan minat investor terhadap instrumen keuangan domestik. Hal ini sejalan dengan kebijakan BI yang proaktif dalam mengelola likuiditas dan suku bunga, bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama dunia menguat ke level 105,91, mencerminkan kekuatan ekonomi Amerika Serikat dalam konteks ekonomi global saat ini. Dampak dari penguatan ini dapat mempengaruhi arus modal dan investasi di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Kondisi ini menuntut BI untuk tetap waspada dan responsif terhadap setiap perubahan kondisi ekonomi global. Proyeksi ke depan akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan The Fed, perkembangan inflasi global, dan dinamika politik yang terus berubah di berbagai belahan dunia.

Bank Indonesia akan mempertimbangkan berbagai faktor ekonomi domestik, termasuk inflasi terkini, pertumbuhan ekonomi, stabilitas nilai tukar rupiah, serta perkembangan sektor-sektor utama seperti manufaktur, perdagangan, dan konsumsi domestik. Keputusan ini juga dapat dipengaruhi oleh upaya untuk menjaga daya beli masyarakat dan meningkatkan keseimbangan eksternal. (*)